Laut Sulu, yang terletak di antara Malaysia, Indonesia, dan Filipina, merupakan salah satu kawasan maritim paling strategis di Asia Tenggara. Kawasan ini juga dikenal sebagai salah satu daerah paling rawan terhadap aktivitas ilegal.
Selain berfungsi sebagai jalur perdagangan utama, Laut Sulu sering menjadi tempat terjadinya pembajakan, penyelundupan, dan terorisme lintas negara. Kelompok Abu Sayyaf menjadi salah satu aktor utama dalam eskalasi kejahatan di kawasan ini.
Menurut laporan International Maritime Bureau (IMB), lebih dari 75% insiden penculikan di laut global pada tahun 2016 terjadi di Asia Tenggara. Laut Sulu dan sekitarnya tercatat sebagai episentrum utama dari aktivitas kriminal ini (International Maritime Bureau, 2017).
Ancaman terhadap keselamatan pelayaran mendorong Malaysia, Indonesia, dan Filipina untuk membentuk inisiatif keamanan bersama. Pada 14 Juni 2017, ketiga negara resmi menandatangani Trilateral Cooperative Arrangement (TCA) di Tarakan, Kalimantan Utara (Association of Southeast Asian Nations, 2017).
Trilateral Cooperative Arrangement menjadi dasar pembentukan Trilateral Maritime Patrols (TMP) dan Trilateral Air Patrols (TAP). Inisiatif ini dirancang untuk memperkuat pengawasan maritim dan menanggulangi ancaman lintas batas di Laut Sulu.
Secara substantif, kerjasama ini melibatkan patroli laut terkoordinasi di zona strategis Laut Sulu dan Laut Sulawesi. Ketiga negara juga menyepakati mekanisme hak pengejaran lintas batas (right of hot pursuit) dalam keadaan darurat.
Patroli bersama ini dilengkapi dengan pertukaran data intelijen maritim secara real-time. Untuk mendukung efektivitasnya, pusat koordinasi didirikan di Tarakan (Indonesia), Tawau (Malaysia), dan Bongao (Filipina) (Wezeman, 2019).
Selain patroli laut, Trilateral Air Patrols juga diluncurkan. Operasi udara ini bertujuan memperluas cakupan pengawasan atas wilayah perairan yang rentan.
Menurut laporan Mindanao Examiner (2017), insiden pembajakan di Laut Sulu menurun drastis setelah pelaksanaan TMP. Penurunan insiden mencapai 64% pada tahun pertama pelaksanaan inisiatif ini.
Keberhasilan TMP menunjukkan efektivitas pendekatan keamanan kolaboratif di kawasan Asia Tenggara. Namun, implementasi di lapangan tidak luput dari berbagai tantangan kompleks.