Mohon tunggu...
Raissa Amaris
Raissa Amaris Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran

Mahasiswi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mantan Narapidana Asimilasi dan Keberfungsian

12 Mei 2020   12:43 Diperbarui: 12 Mei 2020   12:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Resmi pada Rabu, 8 April 2020 narapidana dan anak binaan keluar dari lembaga pemasyarakatan (lapas) atas pemberian kebijakan asimilasi dan integrasi yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly.

Kebijakan pemberian asimilasi dan integrasi tersebut diberikan kepada 36.554 narapidana dan anak binaan yang terdiri dari 33.902 narapidana dan 805 anak binaan melalui asimilasi. Sementara 1.808 narapidana dan 39 anak binaan melalui integrasi oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly. Kebijakan tersebut diambil karena lapas dan rumah tahanan negara (rutan) yang dinilai sudah melebihi kapasitas yang seharusnya. Kebijakan ini dinilai dapat mencegah penyebaran virus corona di dalam lapas maupun rutan.

Hal ini banyak menimbulkan reaksi kontra di masyarakat, karena mereka berpikir bahwa lapas dan rutan sudah menjadi isolasi tersendiri untuk para narapidana jika semua orang dari lapas atau rutan tersebut tidak bertemu dengan oranglain dari luar. Termasuk juga dengan para sipir yang dibatasi pertemuannya dengan orang luar untuk mengantisipasi penularan virus corona.

Kebijakan ini diambil oleh Menteri Yasonna H. Laoly atas pertimbangan dana yang bisa dihemat hingga 260 miliyar rupiah jika memberikan asimilasi kepada 36.554 narapidana dan anak binaan yang didapatkan dari uang makan tiga kali sehari selama 270 hari.

Tetapi ternyata kebijakan yang diambil oleh Menteri Yasonna H. Laoly ini menimbulkan keresahan dimasyarakat karena khawatir para mantan narapidana yang diberi asimilasi ini akan berulah kembali. Keadaan luar yang sepi karena masyarakat yang sedang mengikuti kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang dihimbau oleh pemerintah. Membuat mereka yang harus keluar untuk kepentingan mendesak dengan kondisi lingkungan sepi ini merasa was-was akan adanya tindak kriminal yang mungkin saja akan terjadi.

Seperti contohnya yang sudah terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ada 2 orang mantan narapidana yang akhirnya ditembak mati ditempat oleh polisi saat melakukan tindak kejahatan dan berusaha melawan aparat kepolisian dengan senjata tajam (19/04/2020).

Untuk mencegah kejahatan kembali terjadi memang pemerintah memberi bantuan sosial kepada para bekas narapidana tersebut, namun Kementrian Sosial menyatakan tidak akan memberikan bantuan kepada bekas pelaku kejahatan. Jika hal ini dilihat dari sudut pandang pekerja sosial, para mantan narapidana tersebut tidak dapat memenuhi keberfungsian sosial untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. 

Mereka tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi dengan rekam jejak mereka yang mantan narapidana membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan ditambah lagi dengan situasi saat ini yang memang membuat keadaan ekonomi melemah dan mengakibatkan banyak usaha merugi, para pekerja yang dirumahkan atau bahkan di PHK. Sehingga mereka melakukan kembali kejahatan tersebut karena harus menyambung hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun