Mohon tunggu...
raihanichsan
raihanichsan Mohon Tunggu... Saya seorang mahasiswa Universitas islam Tazkia

Saya adalah mahasiswa semester 4 yang berminat di dunia bisnis

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Analisis Komprehensif Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia

28 September 2025   23:40 Diperbarui: 28 September 2025   23:40 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Analisis Komprehensif Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia: Tantangan Kebijakan, Kesiapan Infrastruktur, dan Peran Konsumen

Fenomena kendaraan listrik (EV) kini telah menjadi topik utama di Indonesia, sejalan dengan tren global untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai tujuan net zero emission pada tahun 2060. Adopsi EV di Indonesia berada pada persimpangan yang melibatkan tiga pilar utama: kebijakan pemerintah, kesiapan infrastruktur, dan kesadaran serta penerimaan konsumen. Analisis ini mengulas secara mendalam ketiga faktor tersebut.

Poin 1: Kebijakan Pemerintah---Visi Progresif dan Konsistensi Implementasi

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah nyata dan progresif dalam mendorong transisi ke EV. Tonggak utama adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 yang menjadi payung hukum program percepatan kendaraan bermotor listrik.
Penyempurnaan dan Insentif:
* Insentif Fiskal: Berbagai keringanan pajak (PPnBM, Bea Balik Nama) dan skema subsidi telah digulirkan untuk menekan harga jual.
* Dukungan Industri: Kebijakan juga diarahkan untuk menarik investasi produsen EV global, khususnya di sektor baterai, guna mencapai rantai pasok dalam negeri (lokalisasi).
Tantangan Kunci:
* Afektivitas Harga: Meskipun ada insentif, harga EV, terutama mobil, masih tergolong eksklusif. Konsistensi regulasi harus memastikan bahwa insentif tersebut efektif menargetkan segmen masyarakat yang lebih luas agar adopsi tidak hanya terpusat pada kalangan menengah atas.
* Kepastian Regulasi: Investor dan konsumen membutuhkan kepastian jangka panjang bahwa kerangka kebijakan (insentif, pajak, standar) akan stabil dan berkelanjutan.

Poin 2: Infrastruktur Pengisian Daya---Memerangi 'Range Anxiety'

Ketersediaan infrastruktur pengisian daya adalah penentu kritis. Saat ini, jaringan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) masih sangat terbatas dan terpusat di kota-kota besar.
Isu Range Anxiety: Keterbatasan ini memicu fenomena range anxiety (kekhawatiran kehabisan daya), yang menjadi penghalang psikologis utama bagi konsumen di luar kota-kota metropolitan atau untuk perjalanan antarkota.
Upaya dan Kebutuhan:
* Kolaborasi Multisektor: Pemerintah, bersama BUMN (PLN, Pertamina) dan sektor swasta, memang tengah berupaya memperluas jaringan.
* Percepatan dan Pemerataan: Pembangunan infrastruktur membutuhkan investasi masif dan percepatan yang signifikan. Keberhasilan adopsi luas sangat bergantung pada kemampuan untuk memeratakan SPKLU/SPBKLU hingga ke daerah tingkat dua dan koridor utama transportasi.

Poin 3: Kesadaran dan Perilaku Konsumen---Melampaui Gaya Hidup

Kesadaran konsumen akan EV mulai tumbuh. Sebagian kecil melihatnya sebagai simbol kemajuan dan komitmen lingkungan. Namun, adopsi massal terhambat oleh faktor ekonomi dan teknis.
Penghalang Utama Adopsi:
* Harga Jual: Harga awal (Initial Cost) yang relatif tinggi masih menjadi hambatan terbesar, bahkan setelah dikurangi insentif.
* Isu Teknis dan Kepercayaan: Keraguan muncul terkait umur dan biaya penggantian baterai (elemen termahal), biaya perawatan jangka panjang, dan nilai jual kembali (resale value) yang belum teruji.
* Mindset Pragmatis: Masyarakat masih cenderung pragmatis; selama kendaraan berbasis BBM menawarkan harga lebih rendah dan jaringan pengisian yang jauh lebih merata, pilihan tersebut akan tetap menjadi prioritas.

Kesimpulan: Tiga Jalur Akselerasi

Agar Indonesia dapat mencapai target adopsi EV yang ambisius dan tidak hanya menjadi penonton, diperlukan strategi paralel yang terfokus:
1. Konsistensi dan Perluasan Kebijakan: Kebijakan insentif harus berkelanjutan dan dirancang ulang agar terjangkau bagi segmen masyarakat yang lebih luas, sehingga mobil dan motor listrik menjadi pilihan yang feasible secara ekonomi, bukan sekadar barang mewah.
2. Akselerasi Infrastruktur Massif: Pembangunan SPKLU/SPBKLU harus didorong secara agresif dan diperluas ke luar Jawa dan kota-kota besar untuk mengatasi range anxiety dan menjamin kenyamanan pengguna di seluruh wilayah.
3. Edukasi dan Transparansi Konsumen: Pemerintah dan produsen perlu meningkatkan edukasi yang fokus pada keuntungan jangka panjang EV, termasuk penghematan biaya operasional, pengurangan emisi, serta transparansi mengenai biaya dan garansi baterai untuk membangun kepercayaan konsumen.
Kendaraan listrik adalah investasi masa depan dan bagian integral dari ekonomi hijau Indonesia. Pertanyaannya bukan lagi apakah kita harus bergerak, melainkan seberapa cepat kita bisa menanggapi tantangan ini agar tidak tertinggal dalam transformasi transportasi global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun