Mohon tunggu...
Siti Rahma Yulia
Siti Rahma Yulia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sastra Indonesia, Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Diary

Trying My Best to Stay Alive

24 Desember 2021   19:03 Diperbarui: 24 Desember 2021   19:11 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebelum membaca cerpen ku, aku mau ajak kalian untuk sambil mendengar lagu Sales - Pope Is A Rockstar yaaa aku lagi suka dengan lagu ituuuu, kalian harus dengerinnn! 

Lahir, tumbuh, dan dibesarkan dari keluarga yang keras. Lahir sebagai anak perempuan, dipaksa untuk kuat seperti anak laki-laki. 

Hai, nama ku Lara yang berarti sedih. Aku lahir sebagai anak kedua dari 3 bersaudara. Aku hidup di keluarga sederhana, mempunyai seorang kakak perempuan dan adik laki-laki. Kedua orangtuaku masih ada sampai saat ini. 

Terlahir sebagai anak kedua perempuan sangat berat, bukannya aku ingin mengadu bahwa ini posisi paling menyedihkan hanya saja apa yang ku rasakan seperti itu. Keluargaku keras terutama ayahku, banyak larangan didalam nya mungkin maksud dan tujuan nya bagus tapi justru membuat ku takut untuk melakukan sesuatu yang baru. Ibuku pilih kasih, dia lebih condong mementingkan kakak perempuan ku dan adik laki-laki ku ahahaha aku merasa, aku seperti tidak hidup di lingkungan keluarga ini. Semua nya menganggap aku ada jika mereka memang membutuhkan bantuan ku, apakah ada yang merasakan seperti itu? mari berpelukan bersama mu dibawah hujan yang sendu. 

Di keluarga ini, aku merasakan semakin aku dewasa maka semakin jelas kasih sayang yang orangtuaku berikan hanya ke dua anak mereka saja. Heyyy! siapapun itu, jangan pernah berbicara kepada mu kalau "kau bukan anak kandung dari orangtuamu". Sungguh, sekarang aku jadi memikirkan ke sana. Bahwasannya, apakah benar ucapan seperti itu? bahwa aku memang bukan anak orangtuaku? pikiran seperti ini pasti akan muncul ketika aku mendapatkan situasi yang menurutku kurang baik dari keluarga ini. Memangnya aku salah mengulang kembali ucapan yang dulu di katakan bertahun-tahun sebelum nya? jika yang aku rasakan semakin dewasa seperti semakin benar ucapan itu. 

Aku tidak pernah bercerita tentang bagaimana-bagaimananya keluarga ku, pada keluarga ku sendiri. Mereka tidak memberikan ruang khusus bagi para anggota keluarganya untuk memberikan keluh kesah mereka satu sama lain. Jadi, tidak ada namanya keterbukaan satu sama lain. Ucapan atau perbuatan yang menyakitkan hati tidak ada kata maaf sekalipun seakan-akan kata maaf itu sangat mahal dan menurunkan harga diri mereka. 

Aku selalu menangis tersenguk-senguk saat sedang melalukan ibadah wajib setiap waktunya, karena aku tidak tau dimana tempat aku beristirahat sambil mengeluarkan keluh kesah ku selama ini. Menangis mempertanyakan kepada Tuhan "mengapa, kenapa, harus bagaimana". Selepas itu, rasanya hati ku sedikit membaik. Benar, tempat dan beristirahatlah pada Tuhan mu dia baik dia penyayang lebih dari apapun. 

Sebenarnya bisa saja jika mendapatkan perlakuan yang kurang baik aku marah membela apa yang menurut ku benar. Tapi sayangnya, karena dari tekanan orangtuaku aku jadi tidak bisa berbicara mengeluarkan pendapat hak ku karena memang tidak di berikan tempat alias percuma aku cape-cape membela diri sendiri kalau kenyataan nya mereka tidak percaya. Lebih baik diam, membungkam mulut lalu berteriak didalam hati. 

Aku suka menyendiri di rumah, tempat favoritku adalah kamar tidur ku sendiri. Di sana aku berlabuh sambil menyumpal kuping ku dengan lagu kesukaan ku, setidaknya itu dapat meredakan apa-apa yang berisik di kepala. 

Kalian tau tidak, bahwasanya orangtuaku juga tidak tau mengapa dan kenapa aku selalu menyendiri didalam kamar tidur ku. Mereka bilang aku pemalas, padahal mental ku sudah rusak di obrak-abrik oleh mereka. Jujur aku lebih baik diam membungkam mulut ku sediri tidak berani mengeluarkan pendapat apapun karena semua nya percuma. Ingin bercerita dengan teman, mereka juga mempunyai masalah dalam hidupnya atau malah aku yang terlalu berekspektasi tinggi dengan tanggapan mereka setelah aku bercerita semua masalah ku. Katanya, diam itu emas. Jadi, aku lebih baik diam. 

Terkadang aku pun iri dengan kedua saudara ku, ah sudahlah itu tidak berguna. Berguna nya nanti, setelah aku tidak ada di bumi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun