Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenjowaringin, Dingin tapi Ngangenin

29 Januari 2021   10:05 Diperbarui: 29 Januari 2021   10:14 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanasigra, Desa Tanjowaringin (Dokpri)

Terhampar bak karpet hijau di kaki Gunung Cikuray, desa di ujung batas Tasikmalaya -- Garut ini adalah gambaran sekeompok masyarakat yang damai. Hiruk pikuk pandemi yang membuat panik kebanyakan masyarakat di kota, disikapi dengan disiplin disertai anjuran-anjuran untuk memperbanyak doa. Terdiri atas 5 wilayah kepunduhan, Tenjowaringin adalah tempat pulang yang tak lekang dalam ingatan.

Pertama kali menginjakkan kaki di sini, pada akhir Tahun 2019 lalu, terlihat aura religius di desa ini. Bukan hanya karena banyak masjid-masjid yang tersebar untuk memfasilitasi warga dalam beribadah, namun langkah-langkah mereka untuk selalu berebut shaf terdepan pun menjadi motivasi yang berbeda dan selalu menarik perhatian para pendatang. Bukan hanya satu atau dua, tapi belasan masjid tersebar di desa ini. Kontur alam pegunungan membuat sebagian manula tak mampu meraih masjid yang harus ditempuh melewati jalan menanjak. Itu sebabnya dibuat pula masjid lain di bagian lembahnya. Tentu bukan untuk bersaing suara azan, namun agar semuanya kebagian langkah berberkat menuju rumah Tuhan.

Keberkatan ini menjalar kepada semangat belajar anak-anaknya. Terlihat beberapa madrasah untuk belajar mengaji sepulang sekolah. Ada juga sekolah dasar, jenjang sekolah menengah hingga menengah atas, yang bahkan bergelar SMA Plus. Generasi baru yang sedang tumbuh mekar, serupa taman bunga yang indah segar di tengah hiruk pikuk peluh orang dewasa. Beberapa pemudanya mungkin terpaksa bekerja di kota. Meski begitu, mereka tak pernah lupa pada kesantunan desa asal-usulnya. Beberapa dari mereka bahkan memutuskan untuk berinvestasi membangun rumah di lahan milik orang tua mereka. Tak perlu mewah, asalkan semua bisa berkumpul rukun bersama.

ketahanan pangan masyarakat desa (Dokpri)
ketahanan pangan masyarakat desa (Dokpri)

Tidak hanya pada urusan rohani, desa ini pun guyub dan saling menjaga ketahanan pangan antar warganya. Meski hanya beberapa orang saja yang punya sawah, namun tak menyurutkan warga lainnya untuk ikut menanam bahan pelengkapnya. Belakangan, budi daya ikan nila pun menjadi pilihan warga untuk mengatasi ketahanan pangan di tengah pandemi.

Mereka saling bertukar ilmu, tenaga, dan juga modal dalam pengelolaan ikan nila di dalam balong, yang mereka buat dengan bergotong royong. Setelah jadi, beberapa orang menyumbang benih nila, sebagian yang lain membeli pakan, yang lain pun memberikan tenaga untuk mengembangbiakkannya. Harapannya sederhana, ketika tiba lebaran nanti, mereka punya bahan makanan untuk menjamu tamu dan keluarga, tanpa terdampak harga mahal karena inflasi hari raya plus efek wabah corona yang tak kunjung reda.

Tenjowaringin dan angin dingin yang ngangenin, adalah salah satu lukisan Tuhan tentang cuplikan damai kehidupan yang seharusnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun