Mohon tunggu...
Pendidikan

Kekerasan dalam Proses Pendidikan Anak di Rumah

10 Desember 2018   13:14 Diperbarui: 10 Desember 2018   13:19 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seringkali kita menjumpai bagaimana kekerasan menjadi salah satu solusi untuk mendisiplinkan anak. Entah berupa kata-kata, bentakan, atau hukuman fisik seperti menampar atau menyita barang berharga milik anak yang dianggap mengganggu proses belajarnya. Namun, pernahkah kita menyadari akibatnya pada mentalitas anak? 

Ya, mungkin anak akan terlihat lebih patuh pada orangtua. Selalu menjawab sesuai yang kita inginkan pada setiap larangan dan perintah yang diberikan. Tetapi bagaimana dengan mentalitas anak ketika menghadapi lingkungan tanpa orangtuanya? Apakah anak akan tetap menurut atau menganggap ketika orangtua sudah melepaskan pengawasan? 

Tentunya jika anak dididik dengan pendekatan yang sesuai dengan dirinya, maka ia akan menerapkan ajaran dari orangtuanya dan memahami manfaat dari nasihat orangtuanya. Anak tidak akan merasakan beban dari setiap ekspektasi yang diberikan dan mampu mengamalkannya. Tapi tidak semua anak dapat menuruti ekspektasi dari orangtua karena tidak adanya usaha untuk memahami satu sama lain. Oleh karena itu, muncullah salah satu solusi paling jitu yaitu kekerasan.

Dengan adanya kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun ancaman, anak akan menurut karena takut. Anak akan cenderung menghindari kekerasan dengan berbagai cara termasuk berbohong dan menyalahkan orang lain. Dan efeknya jelas lebih merugikan orang lain juga si anak itu sendiri. 

Sedangkan orangtua justru terbutakan oleh perasaan ingin dipatuhi, dan semakin tidak ingin berusaha lebih mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya sendiri juga menganggap penggunaan kekerasan dan rasa takut yang dialami sang anak adalah normal kemudian terus dilakukan.  

Atau lebih parahnya lagi, anak akan menerapkan kekerasan pada orang-orang di lingkungannya karena pikiran anak yang seperti kertas kosong dan cenderung menerapkan apa yang dilakukan oleh panutannya, salah satunya orangtua. 

Mungkin (saya gunakan kata ini karena kebenaran bersifat abu-abu, bukan hitam putih), alangkah lebih baik jika orangtua lebih mempersiapkan mental untuk lebih mendengarkan keinginan anak-anaknya dan juga dari sisi anak sendiri perlu untuk turut mendengarkan dan menjadikan petuah orangtua sebagai salah satu pertimbangan (bukan solusi utama karena penyelesaian dari suatu masalah cenderung berbeda bahkan terkadang kurang sesuai dengan beberapa nasihat orangtua) mencari solusi dalam suatu masalah. 

Alih-alih menjadikan kekerasan sebagai normalisasi dalam pendidikan, bukankah lebih nyaman jika kedua belah pihak saling mendengarkan untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan suatu masalah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun