Pandemi corona telah secara nyata membuat dunia lumpuh. Kegiatan ekonomi, sosial, politik, dan bahkan pendidikan harus mendapat imbas negatif karenanya. Sejak kemunculannya, neraca ekonomi, aktifitas sosial, dan ruang hidup manusia seolah terkerangkeng serta dilanda ketidakjelasan arah. Semua orang dipaksa sibuk untuk menanggulangi virus yang pertama kali muncul di kota Wuhan Cina ini.
Hari demi hari pandemi corona terus menggerayangi ke segala penjuru dunia, bahkan hampir tidak ada negara lagi yang aman dari cengkeramannya. Oleh karena ke daruratan tersebut setiap negara berlomba-lomba membuat formulasi terbaik untuk dapat mengantisipasi virus ini agar roda pemerintahan dan segala di dalamnya bisa terus berjalan.
Beragam kebijakan misalnya dibuat secara cepat oleh pemerintah agar dampak pandemi corona tidak terlalu menghasilkan banyak dampak negatif bagi masyarakat. Salah satu yang saya coba bahas adalah kebijakan dalam aspek pendidikan.
Seperti yang sudah kita tahu, imbas pendemi corona terhadap pendidikan di Indonesia dan di banyak negara lain adalah dengan meliburkan kegiatan tatap muka di sekolah selama dua minggu atau lebih. Hal ini merupakan bentuk social distancing yaitu upaya untuk membatasi interaksi sosial guna mencegah penyebaran virus.
Atas dasar itulah kegiatan belajar mengajar di Indonesia kini beralih menjadi pembelajaran online atau kini sering disebut daring. Namun, seperti banyak implementasi pendidikan dalam hal lainnya, berkaitan dengan pembelajaran daring pun pada pelaksanaannya masih banyak memiliki kekurangan, sehingga yang terjadi adalah bias implementasi pembelajaran.
Banyak keluhan ditemukan dalam proses pembelajaran daring di tengah pandemi corona. Hal yang paling mencolok adalah pada bentuk pembelajaran yang semestinya sharing informasi antara guru dan siswa atau dosen dan mahasiswa, kini berubah menjadi pembelajaran dengan bentuk kirim tugas saja. Tentu tidak semua terjebak dalam situasi keliru itu, kita patut bersyukur karena masih ada beberapa guru dan dosen yang mampu melakukan pembelajaran daring tanpa meninggalkan esensi dari pembelajaran itu sendiri yaitu dialog.
Bagaimanapun bentuk pembelajarannya, kalau kita memahami konsep pembelajaran yang paling fundamental yaitu dialog, maka unsur tersebutlah yang akan terus menjadi fokus utama dalam pembelajaran, bukan semata guru atau dosen memberi tugas lalu siswa dan mahasiswa sekedar menyetor tugas. Jelas pembelajaran ini telah sedikit mereduksi esensi dari pendidikan itu sendiri dengan berjalan pada gaya pembelajaran yang monolog.
Keluhan ini bahkan telah sampai pada unsur dari pemerintah, misalnya seperti yang disampaikan oleh Ombudsman RI dan KPAI serta beberapa kepala daerah bahwa dengan adanya libur imbas corona ini, sepatutnya sekolah, universitas, guru maupun dosen tidak hanya sekedar memberi setumpuk PR, karena bisa saja menambah stress di tengah bayang-bayang kengerian pandemi ini.
Pembelajaran daring yang baik dan relevan di masa pandemi ini alangkah lebih baik juga mengangkat isu pandemi itu sendiri yang sebetulnya justru lebih dibutuhkan siswa/mahasiswa, karena dengan begitu mereka bisa memahami dan mengantisipasi krisis yang sedang mereka dan seluruh bangsa alami. Pembelajaran tidak melulu kejar tayang menuntaskan buku paket, padahal di tengah konteks se urgen ini, pemahaman dan penanganan pandemi corona amat sayang jika dilewatkan untuk diedukasi kepada para pelajar.
Hal tersebut misalnya bisa dilakukan dengan memberikan tugas membaca kepada siswa yang berkaitan dengan lingkungan dan kesehatan, baik itu novel, buku cerita, atau bacaan lainnya lalu menuliskan resumenya.Â
Bisa juga dilakukan dengan menugaskan siswa mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai virus corona, mulai dari apa sampai bagaimana menanggulanginya baik dalam lingkup luas ataupun diri pribadi. Seperti usulan Ombudsman, materi yang tidak berkaitan dengan pandemi semisal MTK, IPS, IPA, bahasa dan mata pelajaran lain materinya dikurangi agar siswa tidak mengalami stress.