Beberapa hari yang lalu atas ketidaksengajaan akun WhatsApp saya terhapus dari handphone. Ketika hendak lagi mencoba masuk alangkah sialnya diperlukan nomor yang tak sudah lagi aktif, sedangkan pesan verifikasi mengarah ke nomor itu.Â
Kesialan kedua, ternyata proses untuk masuk mau tidak mau harus lewat pesan ke nomor yang hilang itu, tidak bisa menggunakan Gmail. Sehingga data WA (Baca: WhatsApp) tak lagi bisa dikembalikan.
Tentu saja masalah utama terletak pada hilangnya data, termasuk kontak, grup, dan media lainnya. Belum dengan kenangan yang ada di dalam akun itu pula. Hal ini jelas sedikitnya mengganggu aktivitas sosial media.Â
Jejaring yang telah lama dibangun seketika sirna karena satu kesalahan kecil. Orang-orang di kontak lama mungkin mengira saya hilang, atau setidaknya vakum dari bersosial media.
Pertanyaannya mungkinkah seseorang vakum dari sosial media? Baik itu dalam rentang waktu yang sebentar ataupun lama?Â
Perlu tinjauan multiperspektif untuk bisa menjawab pertanyaan diatas. Kemungkinan ya dan tidak masih bisa menjadi konklusi dari pertanyaan yang diatas.
Pertama, kemungkinan ya, ini berdasar pada kebutuhan dari si pengguna WhatsApp itu sendiri. Kemungkinan ini terjadi jika ia hanya menggunakannya untuk sekadar berkirim pesan pribadi dan dalam waktu yang tidak intens.Â
Tipikal pengguna WhatsApp ini biasanya orangtua. Kemudian orang tua disini pun perlu dikategorikan kembali, apakah ia bekerja atau tidak.
Mereka yang bekerja apalagi kantoran biasanya memerlukan aplikasi seperti WhatsApp untuk berkirim kabar kepada rekan atau atasan. Belum lagi memperoleh informasi juga bisa dengan mudah didapat lewat aplikasi ini.Â
Berbeda dengan mereka yang tidak bekerja kantor, misalnya ibu rumah tangga, kebutuhan komunikasi rekan kerja otomatis hilang, ia hanya berkabar dalam lingkup internal seperti keluarga.
Ihwal pekerjaan pun tidak cukup untuk seseorang bisa meninggalkan WhatsApp, kita perlu meninjau lagi dari segi kecakapan digital penggunanya.Â