Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak Pemikul Beban

27 April 2019   17:53 Diperbarui: 27 April 2019   17:59 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Liputan6.com

Dunia memang tak semuanya berubah, di satu sisi ada hal yang mengalami kemajuan luar biasa pesatnya, namun di sisi lain ada pula hal yang stagnan atau bahkan menemui kehancurannya. Kita tahu bahwa teknologi menjadi aspek yang sangat banyak mengalami dinamika dan kemajuan, misalnya saja dulu kita tahu betapa besarnya ukuran sebuah TV dan komputer, untuk HP saja kita juga tahu dulu tebalnya mirip novel 500 halaman yang juga bisa digunakan untuk melempar anjing tetangga.

Namun saat ini perubahan kian drastis terlihat. Kesan teknologi macam TV, komputer, dan HP yang besar dan berat sudah luput dari pandangan kita. Nyatanya semua teknologi itu kian mengecil dan minimalis. Bayangkan saja dulu TV yang tebalnya seperti kulkas kini hanya menjadi setebal papan saja. Bahkan untuk HP kini tebalnya hanya 1 Cm saja. Hampir semua kemajuan di bidang teknologi identik dengan efisiensi dalam hal penurunan berat.

Tentu tujuan ini tidak terlepas dari keinginan untuk memudahkan mobilitas dari penggunanya, dan tentu saja ini berbanding lurus dengan peningkatan kualitas kerjanya. Ya, itulah kemajuan di bidang teknologi. Sekarang saya akan coba mengetengahkan masalah efisiensi penuruan berat ini dalam aspek pendidikan.

Mengapa masalah berat ini menjadi topik yang saya angkat ? Hal ini bermula dari kesedihan saya pribadi tatkala melihat keponakan yang baru masuk sekolah dasar. Hal yang membuat saya sedih tak lain adalah ketika menjemputnya pulang dari sekolah, wajah yang biasanya riang dan polos itu kini terlihat lusuh selepas keluar dari kelas, terlihat ratapan dari wajahnya yang menampakkan keletihan.

Di perjalanan pulang ketika ia masih terlihat kikuk, saya menawarkan diri untuk membawa tas yang digandongnya. Ia hanya sebentar menatap, dan kemudian memberikan tasnya itu, dan ternyata.... Masyaallah!! Bukan main beratnya tas ini. Tentu kaget bukan kepalang, betapa berat tas yang harus digandongnya setiap ke sekolah.

Untuk ukuran anak yang baru masuk SD ini keterlaluan. Penasaran dengan apa yang menjadikan tas ini berat saya langsung saja membukanya, dan... gusti nu agung! Sejauh mata menelisik isinya tak lain adalah sekumpulan buku, setelah dikorek isinya ada buku paket, buku gambar, 3 buku tulis dan satu LKS. Belum ditambah dengan kotak pensil dan satu pak pensil warna. Ah pantas saja ia terlihat murung, betapa berat beban yang harus ia pikul ke sekolah.

Hal ini mengingatkan pula kepada balada masa lalu saya di sekolah dasar yang tak jauh beda dengan yang dialami keponakan saya saat ini. Berangkat dan pulang sekolah dengan memikul tas yang berisi sekumpulan buku terkadang cukup membuat badan pegal-pegal. Bukan itu permasalahan utamanya, namun apakah dengan menjejali anak berbagai macam pelajaran akan membuahkan hasil yang efektif ? Dalam arti apakah materi yang dijejalkan kepada anak itu akan berhasil dipahami anak seraya membuatnya pintar ? Belum tentu beibeh!

Jelas--jelas tujuan pendidikan bukan hanya menjadikan anak pintar menguasai banyak materi. Fokus utama pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah untuk memperhalus budi pekerti anak. Apalagi untuk anak sekolah dasar yang masih polos, bukan pinter yang didapat dari menjejalkan materi pelajaran, tapi malah keblinger mereka dibuatnya.

Pendidikan memang belum berani guyub dalam dinamika perkembangan zaman, ia cenderung eksklusif. Selain karena banyak guru yang ogah--ogahan dalam meng-update kompetensinya, sistem pendidikannya pun tak kalah membuat kondisi pendidikan nasional kian kaku dan rigid.

Anak--anak idealnya berangkat sekolah itu dengan perasaan senang dan pulang dalam keadaan lebih senang lagi. Namun itu tampaknya belum banyak terjadi. Yang ada adalah berangkat sekolah malas, dan ingin cepat pulang. Percaya atau tidak realitasnya memang demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun