( Kini Baru Kau Rasa)
.... Pernah aku merasa seperti kebanyakan orang: terlalu menyayangkan sikap remeh dan sombong seseorang. Itu karena sifat empatiku belum bisa diandalkan. Baru kaya sebentar atau lebih sedikit dari yang lain, kenapa seseorang harus sombong? Tambah lagi diingatkan nasehat ini: Jangan Pernah Merasa Sombong Dalam Hidup Ini.
.. .. Saya jadi sulit mengindahkan nasehat itu, karena sesulit-sulitnya keadaan aku pernah dihampiri perasaan sok ini. Itu tatkala aku lagi keluar dari mobil Avansa mengkilap milik teman ketika dia sempat-sempatnya samperin mengajakku refresh ke sebuah wisata pemandian. Di situ aku merasa lebih(sombong) dari mereka yang ke situ cuma naik motor. Apatah lagi dengan yang borongan naik bis angkot.
.... Tenang dulu, aku punya cerita untuk yang satu ini. Masih soal sombong dan meremehkan, tapi ini sangat kontras.
.... Pernah bukan aku bercerita dalam hidup ini untuk beberapa hal aku sempat dalam posisi hampir atau tidak pernah. Dulu jujur aku katakan tidak pernah korupsi dan minjam uang di bank. Kali ini aku tambah satu lagi, aku belum pernah punya mobil. Ah, ini dah kelebihan. Ok, kutawar kurang dari itu: aku belum pernah punya motor!
.... Hari ginii?
.... Iyaaa, beenaar! Tapi itu berakhir beberapa bulan lalu, ketika aku sudah mampu membeli kontan mahluk satu ini. Cuman sekend(bekas) tak apalah. Gampangnya sih ambil kreditan. Tapi tidakkah aku bilang belum pernah ada urusan dengan ngutang seformal itu.
.... Eh, jadi belepotan ceritanya. Ok, kita kembali ke laptop, soal sombong tadi. Jadi karena belum punya motor, aku cuma bisa naik sepeda kalau mau jalan ke sana jalan ke sini. Tak usah malu, karena cerita ini kan aku yang punya.
.... Heeh, terus sombongnya itu yang mana?
.... Nih ada sedikit gosipp. Tapi diambil saja intinya ya? Temanku (masih tetangga) ada bapaknya lagi ketiban job runtuh. Jadi pejabat sementara eselon II (PLH ?) sebagai Kabag di kantor Pemda kota. Punya posisi itu otomatis punya mobil dinas bukan? Nah sejak itu dari sering cuma pegang setang motor tiba-tiba saja berganti duduk bersandar empuk di jok mobil. Pake diantar supir dinas lagi, pergi dan pulang kantor.
.... Setelah itu hari-hari berikutnya mereka pergi dan mudik dari pelesiran bermobil bersama sekeluarga. Di lain waktu temanku, anak sibapak tadi pengin juga pegang setang mobilnya, alias belajar mengemudi sendiri lalu petantang petenteng dengan mobil plat merah tersebut.
.... Sampai sekali waktu aku dalam perjalanan pulang dari mana, menampaki bapak tetanggaku itu sedang melaju dengan sepeda motor berpakaian dinas. Mobilnya maaana? Rasanya kemarin sempat dengar cuti posisi jabatan itu sudah berakhir, dan dia kembali ke posisi semula.
....Sesaat melihat adegan itu, ada yang memekik: “Kacian deh lu !!!”
.... Aku jadi blingsatan mencari tahu dari mana datangnya suara itu. Rasanya tidak jauh, bahkan teramat dekat. Sedekat diriku dengan sepeda yang kukendarai.
.... Haah, apakah itu suara kesombongan dan meremehkan melihat orang cuma kembali naik motor dari orang yang sedang mengayuh sepeda?
........................... *** .......................
Sekali waktu aku (akan) punya mobil, misalnya karena ketiban rezeki nomplok. Dan berpikir. Mudah-mudahan aku lupa mengundang sikap sok itu. Karena selagi mengantongi rezeki dadakan dan sedang di dalam mobil itu, sempat aku tidak sadar perlu mencarinya ke sana kemari. Karena berpikir: Katanya kalau sudah kaya orng jadi kan sombong. Nih, sekarang aku sudah kaya(mendadak), sombongnya maaana?!
Ternyata . . . . . .?
Tunggu saja, rasa itu tidak datang dari mana -mana. Sebentar lagi dia sedang mulai menjelma dari dalam diri sendiri.
Hahaha, jadi jangan pernah sombong karena merasa tidak kan dan lebih sombong dari kesombongan lain !
Bagaimana ?
By : Rahayu Winnet, rampung 02.10 dini hari Minggu 25 Juli 2010.-