[caption id="attachment_175071" align="aligncenter" width="467" caption="Gunter Grass - The Tin Drum (gdansk-life.com)"][/caption] Kemarahan para penulis dan politisi Israel atas puisi karya seniman Jerman Gunter Grass berujung kepada tuntutan agar Hadiah Nobel Sastra Tahun 1999 yang diraihnya agar dicabut. Perkara ini membara sejak Gunter Grass (84) merilis puisi pada tanggal 4 April 2012 yang baru lalu di harian Süddeutsche Zeitung, Jerman. Kemudian menyebar ke media-media besar Eropa dan Amerika, hingga Indonesia. Si kakek yang dikenal sebagai sastrawan terkemuka Jerman saat ini menulis sebuah puisi yang isinya melancarkan kritik pedas kepada Israel. Dengan puisi berjudul "Was gesagt werden muss" atau "What Must Be Said" atau "Apa Yang Harus Dikatakan", dia dengan terang-terangan membeberkan betapa bahayanya Israel. Dia berkata betapa Israel adalah ancaman bagi perdamaian dunia. Dia berkata betapa jahatnya ancaman senjata nuklir Israel kepada Iran dengan potensi melenyapkan semua penduduk negeri Persia itu. Yang pada saat yang sama, dia menambahkan, Iran tidak punya senjata nuklir dan tidak pula mengamcam negara manapun. Puisi aslinya dalam bahasa Jerman ada di sini [Was Gesagt Warden Muss]. Dalam Bahasa Inggris ada 3 versi di sini , "What Must Be Said",termasuk dalam komentara pembaca. Harian Haaretz Israel, pada hari yang sama, menyambutnya dengan gelombang kemarahan Israel dan komunitas Yahudi dengan apa yang disebutnya sebagai Puisi Anti Israel. Kutukan bertaburan kepada diri Gunter Grass dari dalam Jerman dan Israel. Namun dia mengakui banyak e-mail yang mendukung sikapnya dengan apa yang disebutnya "Breaking The Silence", mendobrak kesunyian takut berbicara. [caption id="attachment_175078" align="aligncenter" width="468" caption="Dimona Nuclear Israel (israpundit.com/reuters)"]
[/caption] Sesungguhnya apa yang diresahkan oleh hati sanubari Gunter Grass melalui puisinya bukanlah hal baru. Sudah rahasia umum, namun nyaris tak terdengar dan sering diabaikan oleh dunia. Yaitu ketika ketika dia berkata melalui puisinya bahwa: 1) Jerman hendaknya
jangan menjual kapal selam kepada Isreal yang akan digunakan untuk mengangkut senjata nuklir. Ini bukan rahasia. Sejak kalah Perang Dunia II Jerman agak rikuh menyatakan sikap sebenarnya kepada Israel sehingga sulit menolak permintaan negara kecil yang menduduki tanah Palestina itu. [caption id="attachment_175088" align="aligncenter" width="500" caption="Teheran City of Iran (flickriver.com)"]
[/caption] 2) Sudah bosan dengan kemunafikan sikap Dunia Barat kepada Iran. Ini juga bukan rahasia. Sementara
Israel telah memiliki senjata nuklir sejak 1986 dan tidak bersedia diperiksa oleh Badan Atom Dunia (IAEA), pada saat yang sama Iran hanya memiliki nuklir untuk pembangkit listrik tapi dilarang-larang bahkan dituduh mengembangkan senjata nuklir. Iran menandatangi Penjanjian Non-Proliferasi
Nuklir, sedangkan
Isreal tidak mau. 3) Warga Jerman tidak perlu memperpanjang beban atas peristiwa masa lalu, sudah saatnya bicara apa adanya kepada siapapun, tanpa kecuali kepada Israel
tanpa takut dengan tudingan "antisemit". Ini bukan rahasia. Bukan hanya di Jerman, di Amerika, Australia, dan sebagaian Eropa adalah haram untuk melancarkan kritik kepada Israel karena akan berujung dengan tudingan/stigma "antisemit" dengan resiko kematian karir, dipenjara, bahkan lebih dari itu. [caption id="attachment_175082" align="aligncenter" width="444" caption="PM Benjamin Netanyahu dengan Pastur John Hagee (veteranstoday.com)"]
[/caption] 4) Di hari tuanya dia harus mengatakan hal ini sebab bila tidak maka besok bisa jadi terlambat. Juga bukan rahasia. Amerika-Inggris-Israel secara agresif melancarkan propaganda perang kepada Iran, bila perlu dengan senjata Nuklir. Bahkan baru-baru ini telah berkunjung
Pastur John Hagee ke Israel, yang mengatasnanakan 40juta umat kristiani Amerika. Sang Pastur mendukung serangan nuklir kepada Iran dengan keyakinan bahwa hal ini termaktub dalam ayat-ayat agama tentang kebangkitan, dan bahwa hanya Israel satu-satunya negara di dunia yang diciptakan oleh tangan Tuhan. Alasan kemarahan Israel maupun komunitas Yahudi pada umumya adalah bahwa Puisi Gunter Grass hanya omong kosong, tidak bersahabat dengan Israel, mendukung Iran, lagi pula tahun 2006 dia mengakui pernah menjadi relawan SS Jerman pada usia 17 tahun. Namun para simpatisan Gunter Grass berbicara atas nama kebebasan menyatakan pendapat. Otoritas Nobel Prize di Swedia telah menolak tuntutan Israel untuk mencabut Hadiah Nobel dari Gunter Grass yang diraihnya pada tahun 2009. Bahkan novelis Salman Rushdi, pengarang novel "Ayat-Ayat Setan" tidak sependapat dengan aksi boikot kepada sastrawan Jerman itu. Dia bilang kata dilawan dengan kata;
melalui tweet-nya. Bagi orang awam pada umumnya mungkin dapat mengerti bahwa sastrawan pengarang "The Tin Drum" itu hendak mengakhiri hidupnya dengan pesan moral, yaitu untuk mengakhiri
petualangan perang tiada henti demi sumur minyak dengan kedok promosi demokrasi dan HAM. Untuk seorang kakek seusia 84 tahun tentu tidak punya hasrat lagi untuk cari sensasai yang justru akan mencelakakan diri sendiri, sementara dia adalah sosok terpandang dan dihormati. Entahlah! ::: Ragile, 16apr2012 *)Sumber: Nobelprize.org, Haaretz, Veterans Today, Aljazeera, Israel Hayom, dll. *)Post sebelumnya:-
Reaksi Inggris: Presiden SBY Bijaksana, PM David Cameron Memalukan Film Pembunuhan Osama "Zero Dark Thirty" Radiasi Nuklir Fukushima Masih Tinggi, Pidato Kaisar Akihito Disensor Kisah Nyata Tania Head Menipu Korban WTC 9/11 Selama 4 Tahun
Lihat Sosbud Selengkapnya