Mohon tunggu...
Rafi .T. Haq
Rafi .T. Haq Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ngeyel Ingin Berkarya

Mahasiswa aktif UIN Bandung, Nasabnya sampai ke Nabi Adam, menyukai hobi nulis karena aku ingin selalu menuliskan namamu. wkwkwk

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Berjubah Kekaisaran

16 Mei 2020   01:00 Diperbarui: 16 Mei 2020   01:01 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IMM Tampak Melakukan Aksi Demonstrasi, Bernas.id

Demonstrasi Mahasiswa

Demonstrasi merupakan tindakan yang sah secara hukum dalam sebuah negara demokrasi. Demonstrasi berhak dilakukan oleh siapa saja, entah itu petani, mahasiswa, buruh, pelajar ataupun ibu rumah tangga seklaipun .Sehingga, tidak salah jika mahasiswa akhir-akhir ini berunjuk rasa untuk menyuarakan pendapatnya di depan umum. Karena, mereka merasa dirinya sedang hidup di sebuah negeri yang menganut sistem demokrasi.

 Motif dan tuntutan demonstrasi beberapa hari terakhir sangat beragam. Misalnya, demonstrasi yang berisi tolakan dan ketidakterimaan Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian dana hibah KONI yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada jum'at 20 September 2019. Demontrasi yang dilakukan di gedung KPK tersebut diwarnai aksi pelemparan gedung KPK dengan telur dan aksi pembakaran ban di depan gedung.

Tak lama berselang, demonstrasi mahasiswa juga terjadi lagi. Kali ini mahasiswa menuntut sejumlah Revisi Undang-undang yang  dapat melukai kehidupan berdemokrasi. Diantaranya tolakan terhadap RUU KUHP, Revisi UU KPK, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Sumber Daya Air dan sejumlah draf UU yang bermasalah lainnya.

Demonstrasi tersebut digelar di berbagai kota di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Palembang, Purwokerto dan kota-kota lainnya pada Senin, 23 September 2019 hingga penulis menulis artikel ini pun masih banyak mahasiswa yang berunjuk rasa di sejumlah tempat. Aksi turun ke jalan  yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut mendapat respon yang beragam dari berbagai elemen bangsa. Mosi tidak percaya pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jadi alasan utama berbagai aksi demonstrasi tersebut digelar. Hingga, bermunculanlah tagar-tagar di media social seperti tagar "Gejayan Memanggil", "STMmelawan", "Reformasi Dikorupsi", "Mosi Tidak Percaya" dan tagar-tagar yang lainnya.

Tolakan terhadap sejumlah RUU tersebut menandakan adanya suatu hal yang tidak beres dan dianggap bermasalah untuk sebuah  kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Selain itu,  bukan hanya dalam ranah konstitusi, negara Indonesia juga didera masalah lain seperti kebakaran hutan dan lahan serta munculnya tindakan separatisme. Tentunya masalah tersebut juga memicu aksi demonstrasi di mana- mana.

Dengan sekelumit masalah tersebut, seolah Indonesia berada di tepi jurang, entah akan tersungkur atau berhasil melewatinya. Masalah yang kompleks tersebut jika tidak disikapi dan diselesaikan dengan bijak akan menimbulkan  huru-hara yang tidak diinginkan. Apalagi saat ini, ketika mahasiswa serentak turun ke jalan, mirip dengan aksi di tahun 1998 yang menginginkan sebuah reformasi, yang  merupakan bentuk reaksi masyarakat  terhadap demokrasi yang timpang dan berpenyakit.

Melawan "Modernisasi Kekaisaran"

Meminjam pendapat Joseph A. Schumpeter (2013) dalam buku yang bertajuk Capitalism, Socialism & Democracy yang mengatakan bahwa dia tidak percaya suatu demokrasi demi kepentingan demokrasi itu sendiri, tetapi memandangnya sebagai sarana modernisasi kekaisaran. Argumen tersebut bisa jadi benar jika kondisi bangsa atau sebuah negara demokrasi  hari ini bertindak seperti kaisar, dan akhirnya demokrasi hanya tinggal nama dan impian. Sehingga tidak salah kalau demokrasi berjubah kaisar harus dilawan dalam sebuah negara demokrasi.

Akhir-akhir ini, demokrasi rasanya hambar, tak jelas rasanya bila dicicipi. Penulis ingin mengatakan bahwa demokrasi saat ini belum bisa mengenyangkan kehidupan  masyarakat Indonesia yang lapar akan keadilan dan kesejahteraan. Apalagi melihat mahasiswa yang bergerak dan turun ke jalan dalam rangka merespon tindakan lembaga pemerintahan dan pemerintahan itu sendiri yang dirasa tidak maksimal. Padahal, dalam jargon-jargonya pemerintah selalu menyuarakan demokrasi yang sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun