Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Debat Pilpres dan Gagalnya Politik "Imagologi"

19 Januari 2019   04:34 Diperbarui: 19 Januari 2019   10:30 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Joko Widodo dan Maruf Amin (kiri) beserta pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (kanan) memberikan penjelasan saat debat pilpres pertama di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019). Tema debat pilpres pertama yaitu mengangkat isu Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

"Segala pemikiran tentang Indonesia yang lebih baik,  berawal dari pencitraan. Entah itu sebatas ide dan gagasan, itu penting untuk pencitraan." Muhammad Rafiq

Dalam kehidupan politik sering kali diwarnai dinamika yang dibentuk oleh lakon para pemain demi meraih popularitas dan dukungan kepentingan. Berbicara soal pencitraan dalam dunia politik, seperti melihat lampu lalu lintas yang terdiri dari tiga rambu, merah, kuning dan hijau. 

Meskipun ketiga warna itu masing-masing punya arti, namun hampir setiap kali kita sering menyebutkannya lampu merah. Karena memang lampu merah paling menonjol dan berkesan dalam pandangan orang kebanyakan. 

Demikian dengan pencitraan, menjadi sudut pandang seseorang untuk menilai individualitas atau kelompok politik. Apabila Image memiliki nilai positif, seluruh masyarakat akan tertarik menanggapinya. Beginilah kerja-kerja imagologi untuk memperkenalkan atau membangun pencitraan.

Seorang novelis bernama Milan Kundera, banyak mengulas Imagologi dalam salah satu novelnya. Ia mengartikan Imagologi sebagai sebuah seni membuat gambaran nilai atau cita-cita yang melibatkan orang banyak tanpa dikritisi atau dipertanyakan oleh orang-orang tersebut. 

Istilah ini mengantarkan masyarakat pada sebuah pertempuran antara realitas versus imajinasi. Media dari senjata utama untuk bekerja menciptakan sebuah pertempuran. Tentu dengan catatan, mesti harus orang-orang yang memiliki nalar tinggi yang mampu membandingkan antara keadaan real dengan keadaan imajiner. Singkatnya, dalam pengertian Midal Kundera imagologi lebih kuat dari realitas.

Selain Milan Kundera, perlu juga kita menyimak Yasraf Amir Piliang bahwa Imagologi (imago berarti imaji atau citra dan logos berarti ilmu atau kebenaran) adalah istilah sentral yang digunakan untuk menjelaskan ilmu tentang citra atau imaji di dalam masyarakat informasi serta peran sentral teknologi informasi dalam membentuk citra tersebut. 

Dari perkembangan teknologi pencitraan mutakhir, imagologi terus bergaung sebagaimana keinginan agar sampai pada hasrat yang dituju, seperti radio, televisi, video, internet, surveillance, satelit, dan realitas virtual yang menciptakan sebuah dunia yang di dalamnya aspek kehidupan setiap orang sangat bergantung pada dunia citraan. 

Penggunaan citra-citra tertentu untuk menciptakan imaji tentang realitas yang pada titik tertentu dianggap merupakan realitas itu sendiri merupakan sasaran dari imagologi. Padahal, semuanya tak lebih dari sebuah fatamorgana dan fantasmagoria (Yasraf Amir Piliang, Hantu-Hantu Politik dan Matinya Sosial, 2003: 150)

Tirto.id
Tirto.id
Kini, kerja-kerja imagologi telah berlaku sejak lama di Indonesia mulai dari awal hidupnya teknologi informasi. Tidak hanya dalam kehidupan manusia, juga dalam kehidupan politik. Berbicara politik tanpa pencitraan seperti sayur tanpa garam. Pencitraan mampu mendongkrak popularitas para politisi untuk bisa dikenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun