Mohon tunggu...
Rafinita Aditia
Rafinita Aditia Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi program Komunikasi dan Penyiaran Islam

Penapak Jenjang s1 yang masih belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Fiksi Ramadan | Cinta di Antara Tiang-tiang Istana

23 Mei 2019   22:41 Diperbarui: 24 Mei 2019   09:16 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usia Liana kini sudah menginjak tahun ke-5. Sekarang Liana semakin lincah bergerak, matanya yang hitam selalu memancarkan keceriaan, pipinya yang ranum menampakkan warna kemerah-merahan, dan tentu saja senyumnya semakin manis diikuti dengan gelak tawa yang tak kunjung habis.

"Liana, cepat kesini nak. Sudah waktunya makan siang", ujar Bu Laras, Wanita paruh baya yang membersarkan Liana sebatang kara sejak balita. Liana tak menggubris perkataan ibunya. Meskipun berkali-kali sang ibu memanggil, Liana masih sibuk dengan seluruh mainannya. Terpaksa sang Ibu lah yang mengalah, mendatangi Liana sembari menggendongnya dengan penuh rasa cinta dan kemudian menyuapi Liana kecil makan.

Namun tentu saja, waktu tak pernah memberi ampun kepada siapapun. Hari berlalu, bulan berubah, dan tahun berganti. Usia Liana kini sudah bertambah, seiring dengan usia ibunya yang semakin bertambah pula. Liana sekarang telah berusia 8, dan sang Ibu telah menginjak kepala enam.

"Liana, cepat turun ke bawah sini", terdengar suara sang Ibu memanggil dari bawah sana. Bergegas Liana turun dan menghampiri ibunya. "Ada apa, bu. Apakah kali ini aku tak boleh bermain di tingkat pertama itu?", tanya Liana sembari membenarkan rambutnya yang diikat tali elastis berwarna merah. "Tentu saja boleh, nak. Tapi Liana tak boleh berlari terlalu cepat lagi. Nanti bisa terjatuh", sahut sang Ibu lembut, sembari mengusap pipi putri tercintanya itu.

Dengan girangnya, Liana berlari kembali ke tempat bermainnya. Tempat itu sangat besar dan luas. Di tingkat pertama, ada banyak sekali mainan, mulai dari boneka, bandana, bahkan sepatu kaca. Di tingkat yang kedua, banyak sekali pakaian yang ada, mulai dari atasan, bawahan, hingga gaun dan kebaya. Dan ditingkat ketiga, banyak sekali makanan yang tersedia. Ada pizza, roti, hamburger, dan masih banyak makanan lainnya.

"Hmm sayangnya sekarang sedang bulan puasa, jadi belum boleh makan apa apa", gumam Liana yang sedari tadi memperhatikan makanan yang ada di tingkat ketiga itu. Akhirnya Liana pun kembali melanjutkan permainannya dengan boneka kuda kesayangannya. Liana begitu asyik bermain, satu jam berlalu, dua jam berlalu, hingga akhirnya Liana pun tertidur.

Langkah kaki sang ibu yang lalu lalang pun membangunkan Liana dari tidurnya. Seperti biasa, keajaiban selalu terjadi pada Liana. Satu waktu ia tertidur di tingkat yang pertama, dan diwaktu terbangun ia akan merasakan hangat tempat tidurnya. "Sudah jam berapa, bu? aku sudah lapar", ujar Liana sembari beranjak dari tempat tidur. "Sebentar lagi berbuka, nak. Tahanlah barang sebentar lagi", jawab sang Ibu.

Liana pu mengiyakan apa yang dikatakan ibunya. Ia bergegas mandi dan kemudian duduk bersama sang Ibu untuk bersiap menyantap makanan mereka. "Wah hari ini makanannya enak sekali ya, bu. Ada ayam goreng, roti bakar, dan pizza" Ujar Liana. "Iya, sayang. Alhamdulillah. Allah masih melancarkan rezeki kita hari ini", jawab sang Ibu. Azan maghribpun berkumandang, menandakan waktu berbuka telah datang. Ibu dan anak itupun menyantap makanan mereka dengan bahagia.

Dingin malampun mulai berasa lagi. Malam ini bu Laras tak bisa tidur dengan nyenyak. Tubuhnya menggigil, matanya sayu, dan bibirnya memucat. Namun ia tak tega membangunkan Liana yang sedang tertidur pulas. Diambilnya air dan obat yang ada di atas meja. Hanya satu macam pil biasa, yang dibungkus dalam sebuah plastik bening tak berwarna. Bu Laras pun meminum pil itu, dan kemudian melanjutkan tidurnya.

Keesokan harinya, suara orang orang membangunkan sahur sudah terdengar. Namun Liana masih pulas dalam tidurnya. Hingga akhirnya sang mentari menusuk mukanya dari luar jendela. Liana pun terbangun. Betapa terkejutnya Liana mendapati sang ibu masih terdiam di tempat tidurnya. Liana pun mendekati sang ibu sembari berkata "Bu, hari sudah siang. Ibu tidak membangunkan Liana sahur". Namun sang ibu masih diam tak bergeming dari tempatnya. "Buuu...Kenapa tak menjawab Liana. Liana sudah bangun bu, ayo ibu juga bangunlah", Liana semakin takut karena sang Ibu masih tak menjawab. Liana segera berlari keluar, "Tolonggg...Tolonggg.......", teriak Liana. Lalu datanglah orang-orang menghampirinya, "Ibu ku tak terbangung dari tadi, tolong aku", ujar Liana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun