Mohon tunggu...
Rafi Muhammad Raihan
Rafi Muhammad Raihan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berani Peduli Aksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Posisi Perempuan Dalam Kasus Perselingkuhan

9 April 2021   15:03 Diperbarui: 13 April 2021   08:28 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

Pandangan masyarakat mengenai kasus perselingkuhan adalah hal yang sangat buruk bahkan tidak jarang pandangan tersebut di implementasikan ke ranah yang lebih tidak baik lagi, seperti melakukan serangan secara verbal kepada orang yang melakukan perselingkuhan tersebut. Pada dasarnya hubungan perselingkuhan terjadi karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melakukan hubungan dengan orang lain yang bukan pasangan sah-nya secara diam-diam. Akan tetapi, kesepakatan itu seolah-olah bias terhadap perempuan karena setiap ada kasus perselingkuhan, perempuan selalu yang di nilai sebagai faktor utama terjadinya perselingkuhan, padahal jika kita berbicara hubungan, sudah pasti menyangkut kedua belah pihak yaitu laki-laki dan juga perempuan.

Jika kita lihat kasus perselingkuhan Nissa Sabyan dengan Ayus yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial beberapa waktu  lalu, kita bisa melihat bagaimana posisi perempuan apabila terjadi kasus perselingkuhan. Dalam kasus perselingkuhan ini banyak pihak membicarakan dan menyalahkan Nissa sebagai perebut laki orang (pelakor). Ada pula yang menyinggung masa lalu Nissa sebagai biduan dangdut. Kasus selingkuh semacam Ayus dan Nissa Sabyan ini bukan pertama kali. Biasanya kesalahan lebih sering ditimpakan pada perempuan.

 Sebagai laki-laki satu-satunya dalam relasi ketiganya, Ayus pasti memerankan peran paling penting karena Ayus adalah laki-laki yang mengenal keduanya. Peran laki-laki di sini sering dilupakan, seolah-olah dia bisa lepas begitu saja, jauh dari kecaman publik. Hal itu juga terjadi di banyak cerita atau fakta perselingkuhan lainnya. Setiap ada perselingkuhan, yang selalu disalahkan adalah perempuan kedua yang kemudian dihadap-hadapkan dengan perempuan pertama.

Orang sering lupa bahwa posisi laki-lakilah yang mengatur segala upaya agar perselingkuhan tersebut bisa terjadi, namun justru posisinya lepas dari tangkapan publik. Padahal yang mengenal kedua perempuan dalam relasi yang bersamaan adalah laki-laki tersebut, begitu juga yang mengendalikan keduanya.

Salah satu aktivis Aliansi Laki-Laki Baru Nurhasyim dalam twitternya @KANGMASBO berkomentar: ketika terjadi perselingkuhan, perempuan disebut pelakor. Ketika terjadi kekerasan seksual, perempuan disebut penggoda, ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, perempuan disebut nggak becus ngurus rumah tangga. Laki2 selalu invisible dan invisibilitas laki2 adalah privilage."

Pertanyaan mendasar untuk kutipan tersebut adalah, Bagaimana kenormatifan ini juga terjadi di media sosial?

Luviana, dalam thesisnya tentang gerakan sosial dan internet di tahun 2018 menemukan bahwa apa yang terjadi di dunia maya tak akan jauh berbeda dengan di dunia nyata.

Jika di dunia nyata, kenormatifan cara berpikir masih dialami masyarakat, maka kondisi di dunia maya juga akan sama. Luviana menyebut dunia maya adalah perpanjangan tangan dunia nyata.

Bedanya, jika di dunia maya, netizen yang memaki adalah netizen yang seolah menguasai dukungan publik yang nyata, padahal jelas ini adalah publik dunia maya yang tanpa literasi atau no literate, publik yang mempunyai ruang tapi tak punya pikiran kritis, yang menjadikan perempuan selalu menjadi biang perkara dan menjadikan perempuan sebagai bulan-bulanan. Itu mirip yang terjadi di dunia nyata dan bahkan tak jauh-jauh dari cara berpikir mereka di kehidupan nyata selama ini.

Hal ini tak lepas dari peran media massa yang cenderung menyederhanakan masalah dan mencari unsur sensasional.

Steorotip juga kerap memasuki pemberitaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun