Artikel ini membahas mengenai instrumen hukum yang mengatur mengenai pengajuan keberatan pajak jika tidak ada nominal pajak terbanding setelah dilakukan oleh pihak wajib pajak dan pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagaimana termuat dalam putusan dengan nomor PUT-001199.13/2021/PP/M.IA Tahun 2023 yang diputuskan oleh Pengadilan Pajak Indonesia. Adapun pihak-pihak yang bersengketa pada perkara banding keberatan pajak dalam putusan tersebut yaitu PT. Nagase Impor Ekspor Indonesia sebagai pemohon banding, dan Direktorat Jenderal Pajak sebagai pihak terbanding.
Kronologi dalam perkara tersebut yaitu pada tanggal 18 September 2019 diketahui bahwasanya kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam mengeluarkan atau menerbitkan sebuah surat yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak November 2017 dengan nomor 00129/204/17/059/19. Atas surat yang diterbitkan tersebut kemudian pemohon yakni PT. Nagase Impor Ekspor Indonesia mengajukan keberatan karena terdapat salah perhitungan setelah dilakukan oleh PT. Nagase Impor Ekspor Indonesia. Namun yang menjadi menarik ialah pada hasil akhir setelah dilakukan perhitungan dan dilakukan perbandingan terhadap perhitungan keduanya diketahui bahwasanya jumlah pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayar oleh PT. Nagase Impor Ekspor Indonesia masih sama dengan surat yang diterbitkan sehingga tidak ada pajak terbanding atau selisih.
Objek permasalahan dalam kasus tersebut yaitu DPP PPh Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang isi dari pasal tersebut yaitu untuk mewajibkan perwakilan perusahaan luar negeri kepada wajib pajak luar negerinya membayar pajak atau memotong hasil gaji kotor (bruto) dari; (a) dividen, (b) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, (c) royalti, sewa, dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, (d) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, (e) hadiah dan penghargaan, (f) pensiun dan pembayaran berkala lainnya, (g) premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan (h) keuntungan karena pembebasan utang yang nantinya setelah dilakukan penjumlahan maka akan dipotong dengan pajak sebesar 20%.
Pengajuan keberatan terhadap surat pajak yang diterbitkan jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dengan nomor 202/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan tepatnya pada Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwasanya wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap Direktur Jendral Pajak atas suatu (objek):
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
- Surat Ketetapan Pajak Nihil
- Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Lalu merujuk juga pada ayat ketiga dari pasal tersebut yang menyatakan bahwa "Wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap materi atau isi surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak."
Setelah melihat ketentuan dari kedua ayat tersebut maka dapat diketahui bahwasanya keberatan dapat diajukan terhadap surat pajak yang diterbitkan meskipun didalamnya tidak terdapat pajak terbanding atau selisih pajak setelah dilakukan oleh kedua pihak yang dimana dalam perkara antara PT. Nagase Impor Ekspor Indonesia dengan Direktorat Jendral Pajak diketahui bahwasanya surat pajak yang menjadi keberatan yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan yang dimana surat ini memenuhi syarat objek yang dimuat dalam Pasal 2 ayat 1 PMK No. 202/PMK.03/2015 yaitu tepatnya pada butir ke a "Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar." Kemudian alasan berikutnya yaitu ketidaksesuaian perhitungan yang dilakukan oleh kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam namun tidak ditemukan hasil pajak terbanding, maka alasan keberatan ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 2 ayat (3) yang terletak pada "terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak." Maka dari hal tersebut diketahui bahwasanya meskipun tidak terdapat hasil pajak terbanding atau selisih setelah dilakukan perhitungan oleh yang keberatan atau wajib pajak maka masih dapat dilakukan pengajuan keberatan terhadap Direktur Jenderal Pajak selama surat pajak yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PMK No. 202/PMK.03/2015 dan alasan keberatan tersebut juga sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) PMK No. 202/PMK.03/2015.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI