Â
BRICS, pengelompokan informal negara-negara yang telah berkembang menjadi sebuah organisasi antar pemerintah. Istilah ini awalnya menunjukkan kumpulan negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat yang akan, jika pertumbuhan dipertahankan pada tingkat yang sama, muncul sebagai pemain ekonomi yang dominan di abad ke-21. Akronim ini kemudian diadopsi sebagai nama organisasi formal antar pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan integrasi dan koordinasi ekonomi dan geopolitik yang lebih besar di antara negara-negara anggota. Organisasi BRICS umumnya dipahami sebagai upaya untuk membentuk blok geopolitik yang mampu mengimbangi pengaruh lembaga-lembaga global yang didominasi Barat seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Namun, kohesi dan keselarasan yang sesungguhnya dari negara-negara BRICS, dan nilai sebenarnya dari aliansi ini, masih menjadi perdebatan. Beberapa komentator menunjukkan perbedaan besar dalam sistem politik, ekonomi, dan posisi geopolitik negara-negara anggota sebagai bukti kerapuhan organisasi ini.
BRICS sendiri adalah singkatan dari organisasi antar pemerintah yang awalnya dibentuk oleh negara-negara Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Kelompok ini pertama kali diidentifikasi oleh ekonom Jim O'Neill di Goldman Sachs pada tahun 2001 untuk menyoroti potensi pertumbuhan ekonomi yang cepat. Sejak pendiriannya, BRICS telah berevolusi menjadi organisasi yang lebih formal, dengan negara-negara anggotanya bertemu setiap tahun dalam pertemuan tingkat tinggi untuk mendiskusikan isu-isu yang menjadi perhatian bersama. Kelompok ini juga telah membentuk sejumlah kelompok kerja untuk berkolaborasi dalam inisiatif-inisiatif spesifik, seperti pembangunan infrastruktur dan kerja sama keuangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS telah memperluas keanggotaannya dengan menyertakan Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab. Perluasan ini mencerminkan pengaruh yang semakin besar dari negara-negara ini di panggung dunia.
Anggota BRICS mewakili sebagian besar populasi dan ekonomi dunia. Bersama-sama, mereka menyumbang sekitar 30% dari daratan dunia, 45% dari populasi global, dan 25% dari PDB global. Kelompok ini dipandang sebagai penyeimbang potensial bagi kekuatan ekonomi Barat yang sudah mapan.
Tidak ada proses aplikasi formal untuk bergabung dengan BRICS, tetapi anggota baru harus disetujui dengan suara bulat oleh anggota yang sudah ada. Pada KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan, BRICS mengumumkan masuknya Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Mesir, Ethiopia, dan Argentina sebagai negara anggota baru. Para anggota baru ini akan secara resmi bergabung dengan organisasi ini pada Januari 2024, dan, pada September 2023, belum ada tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa organisasi ini akan mengubah namanya untuk mencerminkan keanggotaan baru.
Pada KTT BRICS 2012, setelah mengkritik aspek-aspek IMF dan Bank Dunia, para anggota mengusulkan pembentukan sebuah bank pembangunan internasional baru untuk menyediakan pendanaan dan pinjaman bagi proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang. Bank Pembangunan Baru (New Development Bank/NDB) ini mulai beroperasi pada bulan Juli 2014, dengan para anggota BRICS mengumpulkan $100 miliar sebagai modal dasar bank. Setiap anggota BRICS memiliki saham yang sama di NDB dan memberikan kontribusi yang sama terhadap aset bank. Bersamaan dengan NDB, BRICS meluncurkan Contingency Reserve Agreement (CRA), yang dimaksudkan untuk menyediakan mata uang likuid bagi negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi. Tidak seperti NDB, CRA tidak terikat oleh ketentuan kontribusi yang sama, dan RRT menyediakan 41% dari aset awal perjanjian ini. Para anggota BRICS telah mendiskusikan penciptaan mata uang bersama untuk perdagangan internasional antara negara-negara anggota, namun belum ada langkah konkrit yang diambil untuk mencapai tujuan ini.
Profil internasional BRICS meningkat setelah invasi Rusia ke Ukraina, karena ketegangan Rusia dan Cina dengan, dan pengucilan dari, lembaga-lembaga internasional Barat meningkat. Rusia dan Cina telah menyarankan agar organisasi ini berfungsi sebagai tandingan terhadap apa yang mereka anggap sebagai sistem global yang melayani kepentingan AS. Para anggota BRICS, yang tidak termasuk Rusia, yang semuanya pernah mengalami kolonialisme Eropa, telah menggambarkan organisasi ini sebagai jalan menuju kemandirian dan pembangunan bagi negara-negara pascakolonial di Selatan. Namun, para kritikus berpendapat bahwa BRICS hanyalah pengelompokan nominal yang anggotanya memiliki kepentingan dan posisi geopolitik yang sangat berbeda.
Para analis berpendapat bahwa para pemimpin RRT memandang BRICS sebagai kendaraan untuk ambisi geopolitik RRT dan ingin memperluas kelompok ini dengan cepat. Ekspansi ini didukung oleh pemerintah Rusia, yang sangat membutuhkan sekutu dan mitra dagang menyusul kecaman luas atas invasi Rusia ke Ukraina. Di sisi lain, India dan Brasil, keduanya secara signifikan lebih dekat dengan Amerika Serikat dibandingkan dengan dua negara sebelumnya dan melihat kelompok ini sebagai alat untuk menjaga netralitas di dunia yang multipolar, bukan sebagai blok geopolitik anti-Barat. Lebih jauh lagi, India, sementara menyelaraskan diri dengan Cina dalam beberapa hal, telah berkali-kali berselisih dengan kekuatan tetangganya di Asia di sepanjang perbatasan yang diperebutkan dan tetap waspada terhadap upaya Cina untuk menonjolkan diri melalui BRICS. Kekuatan sebenarnya dari organisasi ini semakin dirusak oleh masalah-masalah internal yang mencengkeram negara-negara anggota inti.Â
Para analis menunjukkan tantangan ekonomi dan politik yang mendalam yang, jika tidak terselesaikan, dapat memperlambat atau bahkan membalikkan pertumbuhan ekonomi dan kekuasaan geopolitik negara-negara anggota utama. Namun, dengan semakin banyaknya negara yang bersaing untuk menjadi anggota dan ketegangan dengan Barat yang terus meningkat, masa depan BRICS dan posisinya dalam sistem global masih harus ditentukan.
Referensi:Â