Perayaan hari kemerdekaan tahun ini terasa begitu berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, suasananya tidak semeriah dan semarak seperti biasanya. Pandemi kali ini benar-benar mengurangi berbagai acara perayaan kemerdekaan yang biasa dilakukan, namun tentunya semangat nasionalisme tidak dimaknai hanya dengan lomba 17-an atau sekedar upacara bendera saja.
Proses kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa dimana sebagian besar negara dunia ketiga mendapatakan kemerdekaannya melalui jalan diplomasi yang tidak terlalu berdarah, berbeda dengan negara kita yang harus menumpahkan darah selama bertahun-tahun sampai kemerdekaan itu tercapai.
Sudah berapa puisi dan lagu ditulis mengenai kemenangan bangsa ini atas penjajahannya. Namun kejayaan dan rasa bangga itu tidaklah abadi. Kita harus menghadapi fakta bahwa dari generasi kegenerasi perasaan bangga akan kemerdekaan itu makin surut.
Bagi saya hal itu tidak bisa dihindari, bagaimanapun hebatnya suatu peristiwa pasti juga akan memudar dikemudian hari, dengan fakta mungkin kita hanya mengenang kemerdekaan hanya saat perayaan hari kemerdekaan saja, setelah itu semangat nasionalisme pudar begitu saja. Mungkin kita memaknai proses kemerdekaan kita terlalu sederhana sehingga semangat nasionalisme itu timbul sesekali dan tenggelam untuk waktu yang lama.
Memaknai proses kemerdekaan Indonesia bukan hanya tahu mengenai siapa yang menjahit bendera nasional, pada jam berapa teks proklamasi dibacakan, atau siapakah yang menjadi pengibar pertama sang saka merah putih.
Namun memaknai kemerdekaan Indonesia bisa ditarik lebih jauh dalam kronologi sejarah yang mendasarinya, sebuah konsep awal yang menyatukan bangsa Indonesia, sebuah pernyataan dari kaum intelektual bangsa ini yang tersusun dalam sebuah konferensi “Sumpah Pemuda”. Pernyataan ini yang pada akhirnya diwujudkan dalam berbagai gerakan untuk memerdekakan bangsa ini.
Tidak sesederhana itu untuk memerdekakan bangsa ini, konsep “bangsa Indonesia” masih sulit dipahami oleh sebagian besar masyarakat yang bahkan membaca maupun menulis saja masih tidak bisa. Peran kaum yang mendapat kesempatan menempuh pendidikan dibawah pemerintah kolonial Belanda, terutama mahasiswa menjadi pemeran utama dalam mewujudkan rasa persatuan, rasa memiliki, rasa menjadi bagian dari “Bangsa Indonesia”.
Konsep berbangsa Indonesia ini tidak serta merta hadir dikepala khalayak umum masyarakat begitu saja. Kemudian kita bertanya apa yang telah dilakukan para pendahulu kita sehingga begitu banyak orang saling bahu membahu untuk lepas dari cengkeraman penjajahan.
Setelah ratusan tahun menjejakan kaki dibumi pertiwi kita ini, Belanda nampaknya tidak hanya menanamkan pengaruh kekuasaan saja, melainkan mentalitas kita juga berubah seiring waktu, mentalitas budak, mentalitas bangsa yang dijajah.