Identitas visual menjadi bagian penting bagi sebuah desa untuk memperkenalkan potensi, ciri khas, serta kearifan lokalnya kepada masyarakat luas. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Logo Resmi Desa Ujung-Ujung sebagai salah satu program kerja mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Giat 12 Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Program perancangan logo ini dilaksanakan sejak 4 Juli hingga 28 Agustus 2025 oleh kelompok KKN Giat 12 Desa Ujung-Ujung. Tugas ini ditanggungjawabi oleh salah satu anggota tim, Rachel Firyal Laila, mahasiswa Seni Rupa (DKV) Unnes, yang merancang logo dengan menggabungkan wawancara bersama perangkat desa, riset potensi wilayah, serta eksplorasi visual yang mencerminkan karakter Desa Ujung-Ujung.
Desa Ujung-Ujung sendiri terletak di Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Desa ini dikenal dengan potensi alamnya yang subur, suasana pedesaan yang asri, serta ikon wisata Gunung Cigrek yang menjadi salah satu daya tarik wilayah. Dalam wawancara, Kepala Desa Ujung-Ujung, Samroni menuturkan,Â
"Ujung-Ujung ini punya banyak potensi, mulai dari alamnya, pertanian, sampai kuliner khas seperti enting-enting gepuk. Kami ingin semua itu bisa dikenal luas, dan logo ini jadi salah satu caranya," ujarnya.
Proses perancangan logo berlangsung secara bertahap, termasuk tiga kali revisi berdasarkan masukan perangkat desa. Revisi mencakup penyesuaian bentuk, pemilihan warna, serta penegasan elemen simbolis agar logo benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat. Akhirnya, pada 5 Agustus 2025, logo resmi disepakati dan diserahkan kepada pihak desa untuk digunakan secara formal.
Logo ini tidak sekadar simbol visual, tetapi menyimpan makna filosofis yang merepresentasikan identitas Desa Ujung-Ujung. Bentuk segi tujuh melambangkan tujuh dusun, segi lima menunjukkan keterikatan dengan Kabupaten Jawa Tengah, sedangkan padi dan kapas menjadi simbol kemakmuran. Gunung dengan motif sulur abstrak menggambarkan ikon wisata Gunung Cigrek dan budaya desa, sementara rumah pendopo melambangkan keharmonisan serta gotong royong masyarakat. Elemen sawah dan jalan berliku turut menghadirkan realitas kehidupan desa, serta tekstur kulit kacang mengingatkan pada makanan khas enting-enting gepuk.