Mohon tunggu...
Rasinah Abdul Igit
Rasinah Abdul Igit Mohon Tunggu... Lainnya - Mengalir...

Tinggal di Lombok NTB, pulau paling indah di dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arti Gelar Pahlawan Syeikh Zainuddin Bagi Warga Lombok (2)

10 November 2017   14:34 Diperbarui: 10 November 2017   14:44 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kitab Wasiat Renungan Masa karya Syeikh Zainuddin (Dok.pribadi)

Ini adalah kelanjutan catatan saya tentang TGKH. M. Zainuddin, ulama besar yang pada tanggal 09 November lalu dinobatkan sebagai pahlawan nasional lewat Keputusan Presiden RI Joko Widodo. Jika sebelumnya lebih banyak soal kiprah dan totalitasnya di dunia pendidikan dan dakwah Islamiyah, barangkali di catatan kali ini lebih banyak menyinggung posisinya sebagai seorang seniman. Ya, Syeikh Zainuddin adalah seorang seniman. Itu tercermin dari salah satu karyanya "Wasiat Renungan Masa". Kitab kecil ini berisi ratusan bait pantun yang berisi banyak hal, utamanya soal nasihat hidup, serta juga berisi panduan moral untuk murid-muridnya seperti saya ini, dalam rangka mengembangkan organisasi NW yang didirikannya.

 Mendiskusikan wasiat Syeikh Zainuddin, adalah juga mengenang pernikahan saya sekian tahun lalu. Waktu itu mahar yang saya berikan kepada istri adalah seperangkat alat salat, kitab hizib Nadhlatul Wathan, kitab Wasiat Renungan Masa Syeikh Zainuddin dan uang tunai sebesar Rp 999.900. Pernikahan yang cukup dramatis karena berlangsung saat ada bencana banjir. Salah satu saksi nikah saya, H. Lukman Mukhtar, datang dengan pakaian seadanya karena baru selesai tinjau banjir. Pelaminan juga harus cepat-cepat dibuka karena jalan yang jadi lokasi akan dilewati rombongan gubernur.

Sudah banyak yang meneliti kitab wasiat renungan masa Syeikh Zainuddin. Ada yang menguliti aspek sastrawinya yang indah. Ada yang mendalami kandungan batiniah yang tercermin dalam bait-bait "gaib" yang ada di bagian awal. Saya sendiri senang membaca dan mengulang-ulang bait awal ini. Syeikh Zainuddin mengawalinya dengan penegasan "hikmah". Dalam arti yang khusus, hikmah tidak hanya soal teks. Ia sedang menggambarkan pengalaman-pengalaman spiritualnya. Ia memilih banyak diksi seperti guci, naga, mustika, dewi, dan masih banyak lagi. Tapi bukankah pengalaman spiritual tidak bisa sepenuhnya diwakilkan oleh kata? Entahlah. Syeikh Zainuddin adalah seorang wali.

Satu lagi. Kini banyak orang mengutip bait-bait wasiat yang berkaitan dengan kondisi politik. Di buku wasiat ini memang ada banyak bait yang bicara soal kekuasaan, cara meraihnya, hingga bagaimana kekuasaan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Syeikh Zainuddin membahasnya lewat pendekatan "NW dan orang-orang yang ada di dalamnya".

Misalnya wasiat yang ini :

Ucapan raksasa di zaman dahulu:

"Mambun Wong Anak Manusia Bejulu"

Raksasa modern teriak selalu:

"Mambun uang dan kursi perlu"( bait ke-62).

Bait sebelumnya berbunyi begini :

Di akhir zaman banyak berbohong

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun