Mohon tunggu...
Rahmatsyah Popon
Rahmatsyah Popon Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis untuk aktualisasi diri...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masyarakat Ekonomi Asean 2015

15 September 2014   22:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

`

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Indonesia akan segera menghadapi era persaingan bebas pada tahun 2015 nanti. Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan singkatan (MEA), begitu zaman menyebutnya. Sebuah era dimana aliran barang, jasa, dan investasi akan terbuka untuk segenap penduduk negara-negara yang melingkupinya. Dari itu, MEA atau disebut juga dengan ASEAN Economic Community (AEC), menjadi sebuah agenda penting yang tidak hanya menuntut perhatian, tapi sekaligus kesadaran semua pihak untuk segera menyiapkan diri dari gempuran kebebasan berekonomi.Sudah menjadi pengetahuan bersama, bahwa sampai hari ini, Indonesia masih harus tertatih-tatih membenahi morat-maritnya pertumbuhan ekonomi penduduknya. Dari itu, MEA yang disepakati oleh 10 negara ASEAN itu dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan kawasan ekonomi ASEAN yang makmur dan berdaya persaingan tinggi. Sebuah kesepakatan yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan angka kemiskinan dan memudarnya perbedaan sosial.

Masyarakat Ekonomi Asean ibarat dua mata pisau bagi Indonesia, bisa menjadi peluang yang membawa manfaat dan berkah atau juga bisa menjadi musibah bagi kita. Pada saat Indonesia menjadi produsen yang banyak mengekspor atau pelaku usaha, maka manfaat dapat dirasakan dari MEA tersebut. Namun jika menjadi sasaran empuk importir atau pengguna produk, maka yang dirasakan kepahitan. Jawabannya kembali pada kesiapan Indonesia menghadapi MEA tahun 2014 ini.Memasuki pasar global, berarti menyiapkan produk dan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya persaingan tinggi. Indonesia tidak boleh hanya terpaku pada kekayaan alam yang dimilikinya. Karena di pasar bebas, inovasi dan produktivitas lebih menuntut untuk dikembangkan daripada hanya sekadar membanggakan kekayaan alam tapi tidak mengolahnya sendiri dengan bijaksana.Namun sebelum memasuki pasar global itu sendiri, ada hal sederhana yang terlebih dahulu harus diperhatikan, yaitu kenyataan bahwa belum semua penduduk Indonesia tahu bahwa negara ini akan segera menghadapi dunia kebebasan berekonomi. Dari itu, sebelum bicara bagaimana meningkatkan keunggulan Indonesia, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyosialisasikan MEA itu sendiri. Karena secara garis besar MEA hanya diketahui oleh kalangan menengah atas saja, tidak oleh kalangan menengah kebawah.

Di samping itu, sebagian besar pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga belum mengetahui keberadaan MEA. Jika kalangan pengusaha saja tidak mengetahui akan adanya agenda MEA, bagaimana dengan masyarakat biasa yang menjadi objek dari pasar terbuka Asean. Dari itu, pemerintah Indonesia harus gencar mensosialisasikan MEA melalui media massa. Karena jika mengabaikan ketidaktahuan hal tersebut, berarti sama saja membiarkan rakyat Indonesia dijajah oleh produk impor tanpa punya daya untuk membalasnya.Hal tersebut menjadi penting dilakukan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat mengingat sekitar 43% dari jumlah 600 juta penduduk negara ASEAN berada di Indonesia. Ini artinya menunjukkan bahwa pelaksanaan MEA sebenarnya akan menempatkan Indonesia sebagai lapak utama untuk menjajakan segala kebebasan arus barang, jasa, maupun investasi. Nah, kuota 43% inilah yang tidak boleh dianggap sepele. Jika masyarakatnya tidak segera menyiapkan diri untuk menahan gempuran hebat daya persaingan negara lain, maka Indonesia hanya akan menjadi lahan empuk kebebasan dan menjadikannya sebagai negara yang memproduksi konsumen dengan persentase tinggi saja.

Membayangkan terjangnya arus kebebasan berekonomi dari negara-negara tetangga, terkesan Indonesia akan sulit menghadapi persaingan tersebut. Mengingat angka daya persaingan negeri ini masih jauh dari kata membanggakan. Berdasarkan data tahun 2012-2013 memperlihatkan bahwa peringkat daya persaingan Indonesia berada di urutan ke-50 dari 144 negara. Sebuah angka yang tidak bergerak naik, tapi malah turun dari tahun sebelumnya (2010-2011) yang menduduki angka 44.Melihat lemahnya daya persaingan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya, mungkin memang akan terkesan sulit untuk menghadapi MEA. Namun sebelumnya, pemikiran seperti ini sebaiknya disingkirkan terlebih dahulu. Perlu membebaskan pemikiran bahwa datangnya MEA adalah sebuah musibah besar yang melanda Indonesia. Seperti yang sudah saya singgung di atas, berkah atau musibahnya MEA, sangat tergantung pada cara berpikir dan kemampuan kita mengelola dan memanfaatkan kebebasan itu sendiri.


Dalam hal ini, Indonesia perlu mengenal sekaligus meningkatkan keunggulan. Indonesia mungkin memang dikenal dengan tanah surga, tapi dalam pasar global surga SDM lebih dituntut untuk menghadapi pasar global itu sendiri. Posisi sumber daya manusia dalam kerangka MEA memiliki relevansi yang sangat signifikan: Pertama, peran SDM sangat menentukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas.Kedua, SDM menjadi satu sektor jasa yang menjadi objek dalam pasar tunggal ASEAN. Tenaga kerja ahli dan terampil akan memperoleh akses bebas mencari dan memasuki lapangan kerja dalam kawasan negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, perlu upaya yang sistematis dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan kualitas SDM baik dalam bentuk skill. Peningkatan kualitas SDM ini sangat penting dilakukan. Karena jika tidak, arus tenaga kerja persaingan akan menguasai Indonesia, dan akhirnya yang terbuka adalah lapangan pengangguran untuk rakyat negeri ini. Masyarakat Indonesia hanya akan menjadi konsumen dan penonton setia karena rendahnya kualitas SDM tidak segera diantisipasi.

Masyarakat perlu segera diberikan pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan menumbuhkan jiwa wirausaha agar bisa bertahan dari terpaan angin kebebasan berekonomi.Di samping kualitas SDM, dalam arus pasar tunggal inovasi terhadap suatu jasa, barang produksi, ataupun lainnya, menjadi sebuah kemutlakan. Produk sederhana perlu dikemas dengan cara yang berbeda. Ini menjadi penting dilakukan oleh pemerintah agar batik, tas etnik Aceh, ataupun kekhasan lain yang dipunya Indonesia tidak hanya menjadi pelengkap derita di pasar ASEAN. Selain itu, sektor pariwisata juga perlu mendapat perhatian khusus, karena itu juga akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Keunggulan-keunggulan seperti inilah yang harus disadari, dikenali, serta dirawat dengan baik, karena ini menjadi satu modal daya saing di kancah MEA.Terlepas dari itu semua, Indonesia harus segera bangun dan berkemas untuk menyongsong era kebebasan MEA. Peningkatan kualitas harus segera ditingkatkan di berbagai lini, baik jasa maupun prosuksi. Saatnya kita menjual Indonesia dengan segala keunggulan yang kita punya.Pilihan sepenuhnya terletak di tangan kita, memilih untuk menjadi produsen atau setia menjadi konsumen. Era kebebasan tidak lagi dapat dielakkan. Gelap atau terangnya MEA bagi Indonesia sangat tergantung pada bagaimana cara kita menyalakan cahayanya. Karena lebih baik menyalakan lilin, daripada hanya sekadar meratap dan mengutuk kegelapan.

Banda Aceh, 15 Sep 2014

RAHMATSYAH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun