Mohon tunggu...
r. t.  mangangue
r. t. mangangue Mohon Tunggu... Dosen - Peduli terhadap permasalahan yang dialami masyarakat yang dicurangi, , dibully, dibodohi, dll.

Penggemar berat catur, penulis, ghost writer, pengajar, dan pecinta sastra Dapat dihubungi di alamat email: r_mangangue@yahoo.com. Facebook: richard mangangue. Tinggal di Manado.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Istilah "BerpengAPA", Apa Artinya?

8 Agustus 2020   01:20 Diperbarui: 8 Agustus 2020   08:23 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Teman saya,  Benni E. Matindas (BEM), seorang pengajar mata kuliah filsafat di sebuah perguruan tinggi, dalam akun Facebooknya membahas istilah "berpengAPA" yang menurutnya sering digunakan para Pendeta di lingkungan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Dalam bahasannya,  BEM tidak menyimpulkan arti istilah "berpengAPA" itu. 

LALU SAYA KOMENTARI DEMIKIAN: Waktu pertama kali mendengar istilah "berpengAPA", saya menjadi bingung. Apa arti kata ini, ujar saya dalam hati. Karena  para Pendeta pakai istilah "berpengAPA", para Penatua/Syamas, bahkan anggota jemaat juga pakai istilah itu. Antara pengkhotbah yang satu dengan yang lain sering berbeda mengartikannya. Idealnya, sambil menggunakan istilah itu, dijelaskan juga apa artinya. . Jadi, setiap pendengar punya penafsiran masing-masing, atau mungkin yang lain tidak mau pusing dengan istilah itu. Saya kira, benar juga yang ditulis BEM, kata dasar dari kata berpengAPA adalah 'pengapa', bukan apa. Karena kalau kata dasarnya "apa", berarti kata itu mendapat awalan berpeng-. Dalam bahasa Indonesia kan tidak ada awalan berpeng-. Anggaplah itu kata baru, yang menggunakan kata itu seharusnya menjelaskan dari kata apa dalam bahasa asing kata itu diserap. Idealnya begitu. Tapi kayaknya, kita dibiarkan menafsirkan sendiri apa arti kata "berpengAPA".Kayaknya mengucapkan istilah "beerpengpa" enak terdengar di telinga..Masalahnya, antara Pendeta/Pengkhotbah yang satu dengan yang lain bisa berbeda arti. Jadi, sulit juga menyimpulkannya, apa artinya.

BEM: Kalau Richard Mangangue (RM) membaca secara cermat tulisan saya itu, ada penjelasan saya mengenai arti kata itu.. Dan sebagai kata baru, tentu saja jangan berharap artinya bisa ditera seperti dalam kamus. Juga, tentu saja, kurang bisa untuk langsung telak, karena kata itu bukan berasal dari saya [saya bahkan belum pernah sekalipun menggunakan kata itu sebagai bagian dari komunikasi verbal saya, lisan maupun tulisan]. Jadi, penjelasan saya itu lebih tepat sebagai, pertama: INTERPRETASI dari saya, dan kedua: USUL dari saya.


RM: Tapi masalahnya,  BEM, tanpa penegasan makna, bisa muncul berbagai interpretasi yang justru malah bikin bingung audience-nya. Jadi, maknanya bisa terbang ke mana-mana, bukan ke  satu arah.

(Tiba-tiba Basri Modi (BM) nimbrung)

BM:  Saran,, jangan menggunakan sebuah istilah kalau itu membingungkan atau tidak tahu maknanya. Cari bentuk lain yang lebih enak dipakai dan lebih santun.

BEM: Sekali lagi, kalau dibaca cukup cermat, makna yang saya usulkan sudah jelas. Dan sebagai  kata baru, deskripsi maknanya tak bisa seperti dalam kamus murahan, melainkan harus  seperti Webster's, EOD dsb. Dan, sekali lagi, yang saya ajukan itu hanya sebatas USUL. Tapi, walau hanya usul, justru paling logis dan terutama paling dibutuhkan. Kalau "berpengAPA" hanya berarti "doa", walaupun penambahan sinonim adalah sah, tetapi jelas terlalu merepotkan, membingungkan, dan pasti tidak mencapai efektivikasi berbahasa--dan itulah yang selama ini sudah dialami oleh jemaat, bahkan oleh banyak Pendeta.

BEM: ????????! (1) Tulisan saya "seberAPA kenAPA-nAPA berpengAPA" jelas adalah upaya menjaga tatanan, dan nalar yang sederhanapun akan setuju kalau itu cukup berhasil meminimasi kebingungan. (2) Kata baru tak harus hasil serapan dari bahasa lain, apalagi harus asing. (3) Bunyi kata baru, kalau belum jelas, ya silakan dibikin jelas. (4) Pernyataan "harus seperti Webster's, EOD, dsb" dapat berarti "harus seperti Webster's, EOD, KUBI/Purwadarminta, KBBI, dsb", dan terlebih tidak pernah bisa diartikan "harus kamus yang berbahasa asing". (5) Tak ada orang yang mengidentikkan KUBI dengan "kamus murahan". Di Indonesia sangat banyak beredar kamus murahan, bukan harganya yang murah, melainkan sebagai Directory tapi tidak men-directing pembacanya kepada kejelasan. Cuma berupa pemaksaan sinonim.

RM: Ok, BEM, sekali  lagi, saya sependapat dengan Anda. Memang sih untuk kata-kata  "seberAPA, kenAPA-nAPA, kita punya pendapat yang sama. Untuk sampai kepada kesamaan persepsi bisa jadi seperti kata "berpengAPA" itu. Mulanya semua orang memiliki interpretasi yang berbeda-beda tapi akhirnya jadi mengerucut pada kesamaan persepsi. Supaya proses sampai kepada persamaan persepsi itu cepat, idealnya kan dijelaskan, apa sebenarnya makna "berpengAPA" itu. Namun, sampai saat ini, saya belum pernah mendengar ada yang menjelaskan makna berpengAPA itu apa. Tentang butir 4, Anda kan sebelumnya menulis nama-nama kamus asing, sedangkan kamus Indonesia tidak ditulis. Jadi, asosiasi saya yang disebut murahan itu kamus bahasa kita. Namun, setelah membaca pernyataan Anda, saya jadi paham.

Manado, 8 Agustus 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun