Mohon tunggu...
Gading Cempaka
Gading Cempaka Mohon Tunggu... Guru - Gading Cempaka adalah nama salah satu tokoh atau karakter dalam legenda yang berasal dari daerah Bengkulu.

Menulis📝, adalah seni menuangkan isi hati ke dalam rangkaian kata-kata yang saling terhubung menjadi untaian cerita yang sarat dengan makna💞😍

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pak Tatang, Duda yang Keibuan

20 Desember 2017   14:46 Diperbarui: 20 Desember 2017   14:49 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: gardenista.com

"Haduuuh...bau apa sih ini?" Ujar Titin mengoceh. Ia pun mengintip dari balik korden. "Heeem, dia lagi...dia lagi. Bakar sampah mbok lihat-lihat waktu atuh. Ini mah sehari bisa 3 kali. Sudah kayak makan aje. Rajin sih, emang. Tapi keliwatan. Kagak tahu aturannye. Dan yang jadi masalah, bakarnya tuh di sembarang tempat. Kadang di halaman, di pinggir pagar orang, atau di belakang rumahnya. Kayak kagak tahu aje. Di sini rumah-rumah warga itu sudah kayak pepesan ikan. Dempet-dempetan. 

Nah, kalau sudah bakar sampah, asapnya ya ke mana-mana. Karena yang paling deket rumah Ibuku, alhasil kita duluan yang dapat kiriman asap saban hari. Ditegur kagak enak. Ntar tersinggung. Nunggu dia sadar....haduuuuh, ampe kapan. Dari awal kita pindah ke sini, ya udah begono kelakuannya. Kagak punya hidung apa, ya?" Pagi ini Titin kesel dibuatnya. Berharap pagi-pagi bisa menikmati segarnya hawa dingin Gunung Salak, eeeh malah disuguhi aroma gak sedap. Sambil nutup pintu keras-keras, Titin masuk lagi. Ibunya di dalam hanya menimpali, "Biasa itu mah...ya begono emang kelakuannya aki-aki uzur". Ia termasuk warga kampung yang gak mau ikut iuran kebersihan. Makanya, sampahnya ia bakar sendiri semaunye. 

Pak Tatang...nama itu yang aku tahu. Lengkapnya apa? I dont know? Karena dari dulu orang-orang memanggilnya itu. 

Laki-laki yang umurnya bekisar 60 tahunan ini adalah seorang duda. Duda yang unik. Mengapa? Ya habisnya saban hari kerjaannya hanya di rumah. Menghabiskan waktu beberes pekerjaan rumah tangga. Kayak ibu-ibu. Ni aku kasih tahu ya, dia tinggal serumah dengan anaknya yang sudah berkeluarga. Namun anehnya, kalau masak, nyuci, ngejemur, dan lain-lain layaknya rumah tangga ia kerjalan sendiri. Jadi, meskipun tinggal satu rumah, namun mereka kayak anak kosan saja. Aneh kan? Atau gak wajar? Kumaha atuuh..wewew. kebiasaan yang tak biasa itu.

Rupanya, kalau saya amati (caileh, kayak detektiv aje), ini sudah menjadi tradisi masyarakat di kampung sini. Jadi, jikalau seorang anak sudah memutuskan menikah...dan masih tinggal di rumah orang tuanya, maka tradisinya adalah harus pisah dalam urusan rumah tangganya seperti masak, nyuci, dan yang lainnya. Hanya tempat saja yang jadi satu.

Kalau saya sih mendengarnya agak risih. Masa iya sih bisa begitu. Apalagi ini Pak Tatang mah sudah duda. Kok tega ya anaknya begitu? Tradisi kadang bertentangan dengan hati nurani. Sebijaknya kita saja dalam menyikapinya. Kalau bertentangan, aku rasa boleh tidak diikuti.

Makanya, ketika kakak saya menikah dan masih tinggal bersama ibuku, sempat jadi omongan tetangga. Mengapa? Karena kami salah satu keluarga yang meskipun sudah tinggal di sini cukup lama, untuk tradisi yang satu ini...no way! Gak lah! Apa kata dunia? Di mana rasa bakti sama orang tua. Boro-boro ngasih, ini mah yang ada jadi pangkal bencana. Canggung, banyak gak enaknya, mau makan enak di rumah jadi gak nyaman, dan lain-lain. Ibarat kata...tinggal serumah, tapi tungkunya di pisah. Gantian gitu masaknya...hehe lucu. 

Tapi, ku lihat masyarakat di sini biasa saja. Ya, namanya juga tradisi. Begitupun dengan Pak Tatang...kesehariannya hanya nongkrong di amben busuk. Sambil merokok, ia kadang mengumpulkan sampah dedaunan dan plastik bekas makanan yang di buang sembarangan oleh anak-anak kampung yang sering ngumpul dan bermain. 

Atau kadangkala Pak Tatang mengisi waktunya dengan memberi makan ayam peliharaannya. Kandangnya pun ia buat di depan rumah. Haduuuuh, gimana sih mikirnya? Padahal di belakang rumahnya tanah masih luas. Mbok ya di simpen di belakang ae ayam-ayamnya. Selain lebih aman, juga bagus untuk kesehatan hidung dan mata. Jangan salah, kadang-kadang tanpa disadari, anak-anak sering keinjak "tai kotok" dalam bahasa Sunda artinya tahi ayam. Kan risih kitanya. 

Sebenarnya Pak Tatang cukup tangguh. Menjalani hari-harinya sendirian. Konon katanya, ia pisah dari istrinya karena istrinya susah di atur. Ya itu..kebiasaan ibu-ibu di kampung sini, demenannya dandan. Kadang sampai suami pulang nasi saja belum matang. Sibuk di luar...kadang ngobrol sama tetangga. Alhasil, anak sama suami gak keurus. 

Beberapa waktu lalu, ceritanya istrinya mau balikan lagi. Tapi sayang, Pak Tatang bertahan dengan kesendiriannua. Gak apa-apa duda yang penting happy enjoy. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun