Sebagai negara besar, Indonesia dianugerahi banyak potensi dan sumber daya yang bisa dikelola untuk kesejahteraan rakyatnya. Salah satunya adalah emas. Papua dikenal menyimpan cadangan emas raksasa dunia di Grasberg, menjadikan Indonesia masuk jajaran produsen emas global. Namun, potensi emas negeri ini tak berhenti pada tambang semata. Dengan cadangan emas nasional mencapai sekitar 78,57 ton dan tren global investasi emas yang terus meningkat, logam mulia ini kini menjadi instrumen keuangan yang semakin diminati masyarakat.
Di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian akibat perang, konflik geopolitik, hingga proteksionisme, Indonesia pun ikut terdampak. Badan Pusat Statistik mencatat inflasi tahunan pada Juli 2025 mencapai 2,37 persen. Lonjakan harga kebutuhan pokok dan energi membuat daya beli masyarakat semakin tertekan. Dalam situasi seperti ini, emas tidak lagi sekadar simbol kemewahan, melainkan benteng perlindungan nilai tabungan dari gejolak ekonomi.
Di sinilah Pegadaian hadir dengan solusi. Lewat Tabungan Emas dan layanan logam mulia lainnya, masyarakat dari berbagai lapisan bisa mengakses investasi yang aman, likuid, dan mudah. Emas tidak lagi hanya milik kalangan tertentu, tetapi bisa menjadi jaring pengaman finansial untuk semua.
Pegadaian sebagai Mitra Finansial Masyarakat
Sejarah Pegadaian berawal dari masa kolonial, ketika VOC mendirikan Bank Van Leening pada 1746 di Batavia. Pada 1 April 1901, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Pegadaian Negara di Sukabumi sebagai lembaga resmi monopoli gadai. Sejak itu, status hukum Pegadaian terus berubah mengikuti dinamika zaman dari Jawatan, PN, Perjan, Perum, hingga kini berbentuk Perseroan Terbatas.
Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa sejak awal, Pegadaian dirancang sebagai lembaga keuangan inklusif. Pegadaian hadir memberi jalan keluar bagi masyarakat yang sulit mengakses pinjaman bank. Melalui produk gadai, layanan titipan, taksiran, hingga Tabungan Emas, Pegadaian mempermudah masyarakat kecil memperoleh akses finansial secara cepat, sederhana, dan aman.
Program "MengEMASkan Indonesia"
"MengEMASkan" adalah akronim dari Ekonomi, Mandiri, Aman, dan Sejahtera. Filosofi ini diwujudkan dalam berbagai program nyata:
- Tabungan Emas: menabung emas bisa dimulai dari Rp10 ribu saja, bisa top-up lewat aplikasi Pegadaian Digital, ditransfer ke sesama nasabah, bahkan dicetak jadi emas fisik.
- Cicil Emas: beli emas batangan dengan sistem angsuran, uang muka ringan mulai 15 persen, tenor fleksibel hingga 36 bulan, cicilan tetap meski harga emas naik.
- Gadai untuk UMKM: akses permodalan cepat dengan jaminan emas atau saldo tabungan emas. Cocok untuk pelaku usaha yang butuh modal tanpa proses rumit perbankan.
Hasilnya nyata. Per Agustus 2025, total emas yang dikelola Pegadaian mencapai 22,7 ton. Dari jumlah itu, sekitar 13,8 ton berasal dari Tabungan Emas, sementara Deposito Emas mencatat transaksi hingga 1,36 ton. Data ini menunjukkan bahwa Pegadaian tidak hanya menjual produk, melainkan membangun ekosistem keuangan berbasis emas yang inklusif.
Dampak Sosial-Ekonomi Pegadaian
Program Pegadaian memberi dampak langsung pada kehidupan masyarakat. Tabungan Emas membuat masyarakat kecil bisa berinvestasi mulai dari Rp10 ribu, sekaligus menumbuhkan budaya menabung sejak dini. UMKM pun terbantu melalui program gadai yang memberi akses modal cepat, sehingga roda usaha tetap berputar meski kondisi ekonomi sulit.