Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kembali menyerukan pentingnya mengaktifkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Seruan ini memunculkan nostalgia: pos ronda bambu, kentongan di sudut kampung, dan bapak-bapak yang bergantian berjaga sambil meneguk kopi sachet. Tetapi pertanyaan yang lebih relevan hari ini adalah: apakah siskamling masih harus berbentuk pos ronda fisik, atau cukup bergeser ke ruang digital?
Siskamling = Kesadaran Kolektif
Siskamling sejatinya tidak pernah sekadar giliran ronda atau bangunan pos jaga. Esensinya adalah kesadaran kolektif---bahwa keamanan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya aparat atau satpam.
Dulu, setiap rumah dilengkapi kentongan. Bunyi kentongan bukan hanya penanda bahaya, tapi juga simbol keterhubungan. Begitu satu rumah berbunyi, rumah lain akan merespons, hingga seluruh kampung siaga.
Hari ini, kentongan bisa digantikan oleh ponsel pintar, grup WhatsApp RT, atau handy talky (HT). Prinsipnya tetap sama: siapa pun yang melihat aktivitas mencurigakan punya kesadaran untuk segera melaporkan dan berbagi informasi.
Dari Slow Living ke Era Serba Sibuk
Pada masa lalu, kehidupan berjalan dengan ritme slow living. Petani terbiasa keluar malam untuk mengecek sawah, pedagang sayur sudah sibuk sejak dini hari menyiapkan dagangan. Nongkrong di pos ronda bukan beban, melainkan bagian dari rutinitas sosial.
Kini, ritme hidup berubah drastis. Warga pulang larut dalam kondisi lelah, lebih memilih beristirahat daripada berjaga. Fungsi ronda pun bergeser: digantikan satpam kompleks, iuran keamanan, CCTV, pagar tinggi, dan sistem keamanan privat. Banyak pos ronda hanya tersisa papan nama kusam atau bangunan kosong.
Inilah mengapa efektivitas pos ronda mulai dipertanyakan.
Efektivitas Pos Ronda Fisik
Tak bisa dipungkungi, pos ronda tradisional juga punya kelemahan. Kadang jaga malam berubah menjadi sesi ngobrol panjang atau main kartu, sehingga perhatian pada lingkungan justru menurun. Ada pula yang sekadar "mengisi absen" tanpa benar-benar mengawasi situasi.
Akibatnya, ronda yang seharusnya menjadi garda depan keamanan kadang dianggap tidak tanggap dan kurang awas. Kasus pencurian atau gangguan keamanan bisa saja tetap terjadi meski ada pos ronda, karena fokus penjaga terpecah atau koordinasi minim.
Karena kelemahan-kelemahan inilah, wajar bila siskamling perlu bertransformasi.