Mohon tunggu...
Putri Indraswari
Putri Indraswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PWK UNEJ

Hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Permasalahan Backlog yang Belum Terselesaikan

5 Oktober 2022   19:57 Diperbarui: 5 Oktober 2022   20:07 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

DKI Jakarta, tentunya pusat dari segala kegiatan yang ada. Baik dari segi pusat pemerintah ataupun perusahaan swasta, pusat perdagangan, maupun pusat kebudayaan. Memiliki perkembangan dan kemajuan yang teramat pesat diberbagai bidang dan sektor. Tidak heran bahwa DKI Jakarta menjadi target masyarakat daerah dengan berbondong-bondong mencari lapangan pekerjaan. Sehingga banyak dari mereka yang melakukan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang kita kenal sebagai urbanisasi dan mengakibatkan terjadinya peningkatan populasi penduduk di Kawasan Ibu Kota setiap tahunnya.

            Meningkatnya jumlah penduduk inilah yang menjadi permasalahan utama yang ada di DKI Jakarta. Tidak hanya DKI Jakarta, kota-kota lainnya pun mengalami hal yang serupa. Masalah kemiskinan, perumahan, kemacetan, dan juga kriminalitas merupakan masalah yang sering dijumpai di wilayah perkotaan.

            Manusia memiliki tempat untuk berpulang dan berlindung dari berbagai macam cuaca. Tentu tempat tinggal (perumahan) menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh manusia. Rumah layak huni merupakan rumah impian semua orang. Tentu dengan adanya rumah layak huni akan menunjang Kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan keaman para penghuni.

Tingginya jumlah penduduk tentu sangat berpengaruh terhadap permintaan kebutuhan sehingga hal ini yang akan menjadi permasalahan yang tak kunjung habis diperbincangkan. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap perumahan yaitu, pengaruh tingkat pendapatan dan biaya membangun atau membeli rumah. Seperti halnya tingginya biaya pembangunan atau pembelian rumah yang sesuai standar kenyamanan, tentu membuat masyarakat yang memiliki penghasilan rendah memilih untuk membuat tempat tinggal secara illegal entah itu di bantaran sungai, di sekitar rel kereta api, maupun di kolong jembatan. Munculnya rumah-rumah liar yang tercipta menjadikan kawasan kota terlihat kurang dalam segi estetikanya, dan hal ini yang menjadikan salah satu dari ciri-ciri kemiskinan. Terciptanya daerah kumuh (slum area) menjadikan kurangnya fasilitas yang memadai seperti kebutuhan air bersih, jaringan listrik, dan lain-lain. Hal ini yang membuat menurunnya kualitas kesehatan dan kebersihan masyarakat yang menghuninya. Minimnya lahan yang murah juga diakibatkan karena sebelumnya Indonesia belum mematangkan konsep dan strategi jangka Panjang dalam melaksanakan pembangunan rumah. Untuk itu, pembentukan system perbankan tanah atau yang dikenal juga sebagai system perbankan tanah haruslah didorong. Landbank bertujuan untuk menyediakan perumahan dengan memanfaatkan asset tanah terlantar, tanah negara, serta tanah milik BUMD dan BUMN. Kemudian keterbatasan dalam sumber dana untuk menyediakan rumah menjadi permasalahan juga, maka dari itu pemerintah mencari pemecahan untuk masala pendanaan ini dengan mencari sumber pendanaan yang berbeda. Tidak meratanya harga material bahan bangunan khususnya daerah Indonesia Timur menyebabkan lahannya harga untuk membangun atau membeli rumah.

Kekurangan perumahan di perkotaan dan peningkatan populasi imigran menyebabkan peningkatan luas lahan permukiman pinggiran kota. Terdapat dua hal penyebab utama yaitu, peningkatan pembangunan rumah secara individu, dan terjadinya peningkatan klaster pembangunan yang dibangun oleh pengembang. Bisnis real estate yang dilakukan oleh pengembang menjadi faktor penentu yang menjanjikan dan berdampak signifikan terhadap kelangkaan lahan regional di pinggiran kota.

            Namun saat ini, banyak masyarakat yang lebih memilih untuk tinggal di Kawasan pinggiran perkotaan. Selain karena mahalnya rumah di dalam kota dan kurangnya lahan yang terjangkau, alasan lainnya adalah untuk menghindari hiruk pikuknya kehidupan kota. Akan tetapi yang jadi permasalahan adalah apabila rumah yang dimiliki berada di pinggiran kota sedangkan kantornya berada di pusat kota. Kurangnya akses transportasi ataupun warga yang malas menggunakan kendaraan umum akan lebih memilih kendaraan pribadi yang menjadikannya solusi tercepat dan efektif bagi mereka. Tentu hal tersebut akan menyebabkan kemacetan yang teramat parah di saat jam kerja maupun pulang kerja. Hal ini tentu memiliki keterkaitan satu sama lain.

            Di Jakarta masih memiliki suatu permasalahan terhadap suplai perumahan yaitu backlog. Pada tahun 2021 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di DKI Jakarta yang memiliki rumah layak huni dan terjangkau hanya mencapai 40 persen. Berdasarkan data tersebut, hunian layak huni tidak ada setengahnya. Dan masih banyak masyarakat yang tak memperoleh hunian yang layak dan terjangkau.

Terdapat empat aspek yang mempengaruhi backlog berdasarkan Jakarta Property Institute, yaitu keungan, suplai perumahan, perizinan dan standar perumahan, serta segmentasi. Kepadatan jumlah penduduk di DKI Jakarta hanya terkonsentrasi di wilayah tertentu. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa pengembangan wilayah tidak merata sehingga suplai perumahanpun hanya terkonsentrasi pada wilayah yang memiliki padat penduduk.

            Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi backlog dengan mengeluarkan berbagai macam program. Namun program yang dijalankan tidak signifikan. Jika hanya berfokus tanpa adanya kebijakan holistik, maka tidak akan terjadi perubahan dalam jangka panjang.

            Adapun upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi backlog. Langkah pertama yaitu dengan memberikan fasilitas pinjaman perbankan kepada masyarakat. Kebijakan keuangan dan skema hipotek membuat masyarakat dapat mengakses berupa suku bunga rendah, pengurangan uang muka minimum, dan periode pinjaman diperpanjang. Tahap ini juga melibatkan penawaran berbagai jenis rumah hunian sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan calon pembeli. Hasil dan efek atas kebijakan pembiayaan perumahan yang sudah berada di tingkat nasional dan daerah rupanya tidak bisa mengatasi masalah kekurangan perumahan. Konstruksi tidak ada gunanya apabila pasokan rumah tidak dapat terjangkau bagi masyarakat.

Langkah kedua, untuk menjamin pembangunan perumahan, pemerintah harus memperhatikan pembangunan sejak awal. Manajemen yang buruk menyebabkan kehancuran dan Kesia-siaan, bahkan memberikan kerugian yang besar pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun