Mohon tunggu...
Putri Na Tan
Putri Na Tan Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara

Hidup itu penuh dengan seni.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nas, Sosok Mama Sederhana yang Serba Bisa

9 Juli 2020   14:40 Diperbarui: 9 Juli 2020   14:36 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siti Nasiatun, atau yang biasa disapa Nas memang sosok yg cerdas, sejak kecil ia tekun belajar. Beliau lahir di Desa Jambu Timur, Mlonggo Jepara. Hidup serba sederhana sebagai anak seorang petani dan penjual kelapa ke pasar. Keadaan tersebut membuat masa kecil beliau setiap pagi harus membantu orang tuanya berjualan ke pasar. Dengan kayuhan Sepeda kuno, beliau mengayuh sekuat tenaga membawa kelapa menuju pasar. Begitu terus setiap hari.

Walaupun begitu, semangat Nas untuk bersekolah tidak pernah padam sampai masa tuanya sekarang. Dengan keadaan keluarga yang serba terbatas, pendidikan yang didapat oleh saudara-saudara beliau hanya sampai SD(bagi pr) dan SMP(bagi lk). Dan beliau termasuk saudara yang hanya bisa lulus SD.

Namun, dari semua saudara-saudaranya, beliau termasuk anak yang paling semangat bersekolah sampai-sampai menangis kepada kakek untuk minta dipondokkan saja karena memang tidak memungkinkan jika harus sekolah resmi. Namun apa daya keadaan yang belum mendukung, keinginan tersebut pun tetap tidak bisa terpenuhi hingga pada akhirnya beliau tetap nekat.

Tahun 1990, beliau memulai jejak pendidikan ngajinya ke Pondok Pesantren  Madrasah Diniyah Sendang Jambu Timur. Karena pastinya tidak bisa ikut mondok karena biaya, akhirnya beliau hanya ikut ngaji diniyah Wustho saja. Dengan waktu tempuh perjalanan 1jam dari rumah, beliau jalani dengan langkah kaki ikhlas setiap hari. Begitu seterusnya hingga 4 tahun terlewati sampai dinyatakan lulus dari madrasah diniyah wustho.

Setelah Lulus, beliau merambah dari dunia pendidikan menjadi dunia kerja. Beliau berlatih mengukir (istilah Jepara; Natah) dan bekerja sebagai pengukir kayu. Hebatnya lagi, hasil dari kerja beliau tak hanya dinikmati sendiri, melainkan dengan umur yang bisa dikatakan masih muda, beliau sudah mampu dan berani memberikan sebagian upahnya kepada orang tuanya  hingga dapat membeli sepeda motor butut yang dibeli dengan cara gabungan dengan adik laki-lakinya. Motor itu dibeli untuk membantu nenek agar tidak kecapekan mendorong sepeda ke pasar setiap hari.

Walaupun beliau sudah mempunyai pekerjaan, namun tetap saja beliau belajar apapun saat di rumah. Membaca buku dan ngaji salah satunya, buku yang dia dapatkan  pun pinjam orang.

Menurut beliau, "Pendidikan itu penting, walaupun dari keluarga yang tak mampu, belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan pun dan apapun itu. Karena yang serba kita lakukan pun merupakan bentuk dari ilmu, hanya saja kita tidak menyadarinya. Manusia hidup berdampingan dengan ilmu, dan ilmu menunggu untuk dijemput. Dari itu kita harus tetap belajar". Semua rutinitas kerja sekaligus belajar beliau tekuni selama 4 Tahun hingga akhirnya bertemu Sosok yang menjadi suaminya sekarang ini.

Tahun 1998, beliau menikah dengan laki-laki bernama Kutaryo dan akhirnya keduanya  harus berpindah dan menetap ke desa Guyangan , Bangsri Jepara yang merupakan tempat asal suaminya. Beliau menikah pada umur  21 tahun dan sekarang sudah dikaruniai 4 putri. Sosok beliau adalah sosok yang cerdas, disiplin dan agamis.

Dengan kesederhanaanya, beliau membesarkan putr-putrinya dengan penuh perhatian, kasih sayang dan kedisiplinan. Walaupus tegas dan disiplin dalam hal agama, beliau mempunyai sisi fleksibel dalam hal pergaulan, namun tetap dalam pantauan yang ketat pastinya. Sehingga menjadikan putri-putrinya menjadi anak-anak penurut dan berbakti kepada orang tua. Anak-anak beliau tidak dikekang dan diberikan rasa kebebasan namun tetap dalam batas-batas tertentu.

Beliau memang cerdas, ia tidak putus asa dalam mencari ilmu. Beliau adalah Mahaguru bagi putri-putrinya, tidak hanya sebagai guru sekolah, beliau juga mampu mengajari ngaji Al-Quran, ngaji kitab kuning, dan ilmu agama lainnya. Dan bahkan dosen pertama bagi anaknya, yang selalu bisa diajak diskusi materi dan persoalan perkuliahan. Walaupun dengan keterbatasan pendidikan formal, namun kecerdasan dan perjuangan yang dimiliki beliau menjadi panutan bagi putri-putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun