Mohon tunggu...
Nopa Ariansyah
Nopa Ariansyah Mohon Tunggu... Guru - Manusia Fakir Ilmu

Menuangkan ke dalam bentuk tulisan tentang apa yang saya dapatkan, pikirkan, dan rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Pendidikan Melawan Penjajah

5 Mei 2016   08:21 Diperbarui: 5 Mei 2016   09:25 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada masa kolonial Belanda sistem pendidikan yang dijalankan bertujuan untuk melanggengkan status quo mereka di bumi pertiwi. Pendidikan yang diberikan kepada penduduk pribumi hanya sebagai sarana untuk membantu dan memenuhi tujuan mereka. Tujuan tersebut adalah menghilangkan jati diri sebagai bangsa indonesia pada setiap penduduk pribumi. Para pribumi dibuat menjadi manusia yang lemah dan bodoh sehingga selalu tergantung pada pemerintahan kolonial Belanda dalam segala sendi kehidupan.

Saat itu Ki Hajar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan yang dijalankan oleh pemerintahan kolonial tidak akan pernah menyadarkan bangsa Indonesia sebagai manusia yang merdeka dan mandiri. Maka dari itu lahirlah pendidikan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan pemerintahan kolonial. Ki Hajar Dewantara menganggap untuk menjadikan bangsa Indonesia yang merdeka dan mandiri tidak hanya dilakukan melalui gerakan politik semata, tapi juga melalui pendidikan. Pendidikan dapat mengajarkan kepada para pribumi tentang arti kemerdekaan dan kemandirian. Kemerdekaan untuk menentukan jalan hidup tanpa campur tangan bangsa lain dan kemandirian untuk hidup secara berdikari.

Dalam pandangannya Ki Hajar Dewantara mengemukan bahwa bentuk pendidikan perlawanan tersebut adalah dengan menggiring pendidikan nasional ke arah pendidikan lokalitas, yaitu pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini bertujuan sebagai bentuk penyadaran rasa nasionalisme pada setiap jiwa-jiwa pribumi untuk mencitai bangsa dan negaranya sendiri serta melawan segala bentuk penjajahan yang bersifat psikis dan ideologis.

Saat ini, setelah 70 tahun kemerdekaan Indonesia dan setiap tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Lantas sudah sejauh manakah kita melanjutkan dan mengimplementasikan ide-ide pemikiran yang terkandung dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui Taman Siswanya? Bukankah fondasi pendidikan kita telah terserabut dari akarnya dan tujuannya sudah melenceng dari apa yang dicita-citakan oleh beliau sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Fondasi pendidikan yang yang dibuat oleh beliau adalah pendidikan yang menanamkan nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa sendiri. Pendidikan harus mencerminkan nilai-nilai kebangsaan sehingga menumbuhkan kesadaran akan kehidupan berbangsa dan bernegara yang mempunyai keanekaragaman budaya. Lalu tujuan pendidikan yang diinginkannya adalah agar bangsa Indonesia dapat merdeka secara psikis dan ideologis serta mandiri dalam segala bidang yang sesuai dengan kodrat alam Bangsa Indonesia.

Saat ini fondasi pendidikan nasional dikemas dalam sebuah bentuk kapitalisme. Hal ini pada akhirnya akan bermuara pada bentuk kapitalisasi, deregulasi, dan privatisai pendidikan. Pendidikan tidak lagi dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan nilai luhur kebangsaan tapi merupakan sebuah pabrik percetakan yang mencetak manusia-manusia kerdil untuk dijadikan kuli-kuli industri yang bertujuan untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan semata.

Lalu di sisi lain tujuan pendidikan saat ini adalah menyesuaikan standar pendidikan negara kita dengan standar pendidikan bangsa lain yang jelas-jelas sangat berbeda kultur dan budayanya. Kita lebih bangga memakai standar yang dibuat oleh orang lain dari pada standar yang kita buat yang sesuai dengan kultur dan budaya sendiri. Tidak heran pada akhirnya pendidikan kita tidak lagi melahirkan individu-individu yang merdeka dan mandiri. Hasil dari pendidikan kita adalah melahirkan individu-individu yang terjajajah secara ideologi dan tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri. Inilah generasi individu-individu yang “minder” dan pada jaman dahulu disebut sebagai bangsa Inlander. Memprihatinkan.

Pada saat masa perjuangan kemerdekaan para pemimpin dan tokoh bangsa begitu menyadari bahwa semangat kebangsaan yang diwujudkan dalam bentuk nasionalisme adalah elemen penting untuk menggelorakan semangat perjuangan rakyat melawan segala bentuk penjajahan. Para tokoh bangsa tersebut paham dengan kultur dan budaya bangsanya sendiri karena berasal dari satu darah dan keturunan yang sama dengan rakyat. Hingga pada akhirnya terciptalah sebuah sinergi gerakan dalam merebut kemerdekaan dan mengisi pembangunan. Lalu kemudian pendidikan yang dimaksud oleh Ki hajar Dewantara adalah alat yang utama untuk menjaga keutuhan budaya dan kultur bangsa agar tidak lekang oleh zaman. Pendidikan sebagai bentuk perlawanan pada masa penjajahan dan pendidikan sebagai bentuk pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya pasca kemerdekaan.

Saat ini mari kita berkaca pada daerah kita saat ini yang sudah lama berdiri dan tetap tertinggal. Apakah diperlukan sebuah sinergi gerakan antara pemimpin, tokoh masyarakat, dan rakyat yang paham dengan budaya dan kulturnya sendiri untuk mengejar ketertinggalan? Penulis berpendapat perlu. Rakyat pribumi sudah tentu memahami budaya dan kulturnya sendiri. Hal ini dikarenakan mereka dilahirkan dan dibesarkan di tanah mereka. Lantas apa yang kurang? Apakah para pemimpin dan tokoh kita saat ini sudah paham dengan kultur dan budaya daerahnya? Ataukah setidaknya apakah mereka mempunyai satu darah keturunan yang sama dengan kita? Jika tidak kedua-duanya mungkinkah mereka sama dengan pemerintahan kolonial yang datang untuk menjajah kita? Yang hanya datang untuk menguras kekayaan dan memperbodoh kita. Jika memang demikian adanya maka kita perlu meniru perjuangan para pahlawan bangsa kita dalam menghadapi para penjajah. Usir!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun