Mohon tunggu...
Puti Nayara Adzani Subra
Puti Nayara Adzani Subra Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Financial

Resesi 2025: Tanda-Tanda Perlambatan Ekonomi Indonesia

21 Juni 2025   20:24 Diperbarui: 21 Juni 2025   20:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Sumber: OCEAN Worldwide Property)

Pada tahun 2025, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam perekonomiannya, dengan tanda-tanda perlambatan yang semakin jelas. Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2025 mencapai 4,87%, alias terendah sejak kuartal III-2021. Per April 2025, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 150 juta. Namun, besaran itu merosot dari catatan per Maret 2025 yang masih mampu mencapai US$ 4,33 miliar. Ini menjadi yang terendah dalam 60 bulan terakhir. Dampaknya, dunia usaha menghadapi kesulitan dalam memperoleh pendanaan untuk ekspansi, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Meskipun Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar, berbagai faktor internal dan eksternal telah berkontribusi pada proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah dari yang diharapkan. Berikut beberapa tanda-tanda perlambatan ekonomi Indonesia dan dampaknya terhadap masyarakat.

1. Penurunan daya beli masyarakat.

Setelah mengalami pemulihan pasca-pandemi, banyak konsumen yang berharap untuk kembali ke pola konsumsi normal. Namun, inflasi yang meningkat, terutama pada harga bahan pokok dan energi, telah menggerogoti pendapatan riil masyarakat. Kenaikan harga ini tidak hanya disebabkan oleh faktor domestik, tetapi juga oleh ketidakpastian global yang mempengaruhi rantai pasokan. Akibatnya, banyak keluarga harus mengurangi pengeluaran mereka, yang berdampak langsung pada sektor ritel dan jasa.

2. Penurunan Sektor Industri

Selain itu, sektor industri juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Banyak perusahaan menghadapi kesulitan dalam memenuhi target produksi akibat kenaikan biaya bahan baku dan tenaga kerja. Beberapa industri, seperti manufaktur dan konstruksi, mengalami penurunan permintaan, yang menyebabkan pengurangan jam kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini menciptakan ketidakpastian di pasar tenaga kerja, di mana banyak pekerja merasa khawatir tentang masa depan mereka.

3. Ketidakpastian Global

Perang dagang antara negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan China, telah menciptakan ketegangan yang mempengaruhi perdagangan internasional. Indonesia, sebagai negara yang bergantung pada ekspor, merasakan dampak dari penurunan permintaan global. Produk-produk unggulan Indonesia, seperti kelapa sawit, tekstil, dan elektronik, mengalami penurunan harga di pasar internasional, yang berdampak pada pendapatan negara dan kesejahteraan petani serta pekerja di sektor tersebut.

4. Kebijakan Moneter Yang Ketat

Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, tetapi langkah ini juga berdampak pada biaya pinjaman bagi bisnis dan konsumen. Banyak pelaku usaha yang terpaksa menunda investasi dan ekspansi karena biaya yang lebih tinggi, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi. Suku bunga yang tinggi juga membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam berutang, sehingga mengurangi konsumsi domestik.

Dampak dari perlambatan ekonomi ini tidak hanya dirasakan oleh sektor bisnis, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Tingkat pengangguran diperkirakan akan meningkat, dan banyak keluarga yang sebelumnya berada di kelas menengah terancam jatuh ke dalam kemiskinan. Program-program sosial yang ada mungkin tidak cukup untuk menampung lonjakan kebutuhan masyarakat, sehingga pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk mendukung mereka yang terdampak.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi dalam infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, dan dukungan untuk sektor-sektor yang terdampak harus menjadi prioritas. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan solusi yang inklusif dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun