Mohon tunggu...
Politik

Apakah Polri Ingin Menjadi Militer yang Lain di Luar TNI?

2 Oktober 2017   11:25 Diperbarui: 2 Oktober 2017   11:34 6141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.boombastis.com

Sekarang ini Polri semakin menunjukkan adanya pergeseran dari tugas pokok dan fungsinya dalam menegakkan hukum di Indonesia. Tugas utama Polri sesuai pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 terkait tugas pokok dan fungsinya adalah memelihara ketertiban dan keamanan di masyarakat. Polri memang diijinkan memegang senjata dalam melaksanakan tugas, akan tetapi perlu digarisbawahi jika senjata api anggota Polri adalah untuk melumpuhkan, yang tentunya jenis senjata apinya harus jauh berbeda dengan senjata api TNI atau militer yang berfungsi untuk perang.

Fakta yang ada saat ini, Polri menggunakan senjata mirip dengan milik TNI khususnya pada satuan Brimob dan Densus 88. Hal ini jelas sudah menyalahi peraturan dan undang-undang.

Sesuai Resolusi Majelis Umum PBB No 34/169 17 Desember 1979 tentang Pedoman Perilaku Aparat Penegak Hukum, dalam Pasal 3 berbunyi, "Aparat penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan dan sampai sejauh yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan kewajiban mereka."

Penjelasan resolusi yang dimaksud adalah penggunaan senjata api dianggap tindakan ekstrim. Penggunaan senjata api harus sebanding. Penggunaan kekerasan merupakan pengecualian.

Dari aturan tersebut, kepemilikan senjata Polri melampaui dari tujuan kewajibannya yaitu penegakan hukum yang mengedepankan HAM, melumpuhkan penjahat, tindakan kekerasan yang sebanding.

Jika Polri mempunyai dan menggunakan senjata tidak sesuai resolusi, maka dapat berakibat buruk terhadap citra Polri, bisa dikucilkan dalam pergaulan internasional.

Permenhan RI Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, dalam Pasal 1 poin 4 dijelaskan, "Senjata Api Non Standar Militer adalah senjata api yang digunakan untuk melumpuhkan dalam rangka tugas penegakan hukum dan kamtibmas, kepentingan olah raga, menembak dan berburu serta koleksi dengan kaliber laras di bawah 5,56 mm dengan sistem kerja non otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi."

Terkait wacana Polri yang hendak membeli senjata jenis SS, ini merupakan sebuah kesalahan dan jelas menabrak aturan. Tidak cukup itu saja, impor senjata oleh Polri yang tertahan di Bandara Soetta pada tanggal 30 September 2017 juga menuai polemik dan kritikan dari sejumlah pihak karena pemesanan senjata tersebut dinilai menyalahi beberapa prosedur.

Kemudian anehnya lagi, Mabes Polri sempat membantah bahwa senjata itu bukan miliknya serta menyebutnya berita hoax, padahal dalam kotak tersebut tertulis jelas penerima barang adalah "Indonesian National Police, Mobile Brigade Corps Bendahara Pengeluaran KorBrimob Polri Kesatuan Amji Attak KelapaDua Cimanggis." Kemudian siapakah yang berbohong?

Adapun data barang tersebut diantaranya Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk. Ratusan pucuk senjata itu dikemas dalam 28 box dengan berat total 2.212 kilogram.

Selain itu ada Amunition Castior 40 milimeter, 40 x 46 milimeter round RLV-HEFJ with high explosive fragmentation Jump Grenade. Amunisi ini dikemas dalam 70 boks dengan isi 84 butir per boks dan 1 box berisi 52 butir. Total 5.932 butir atau 71 boks dengan berat 2.829 kilogram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun