Mohon tunggu...
Purwanto Putra
Purwanto Putra Mohon Tunggu... Dosen - Penulis

Penulis Blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Energi Baru dan Terbarukan Era Revolusi Industri 4.0 dan Situasi Pandemi Covid-19

26 Agustus 2020   15:52 Diperbarui: 26 Agustus 2020   16:02 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak mesin Uap ditemukan dan menandai era revolusi industri pada abad-18, batu bara dan sumber energi fosil lainnya telah menjadi berkah sekaligus kutukan bagi umat manusia. Sudah semenjak dulu, sekitaran abad-19 kita ketahui bahwa mulai dari ekonomi Pemerintahan Kolonial Belanda di Nusantara juga telah ditopang dari sektor energi batu bara dan energi fosil lainnya, seperti, pertambangan batubara di Sawahlunto-Sumatera Barat.

Selain pada batu bara ekonomi kolonial juga bertumpu sektor pertanian seperti perkebunan-perkebunan yang digarap dalam skala besar, seperti misalnya tanaman tebu. Kini tebu telah berganti sawit yang menempati urutan kedua pendapatan ekspor Indonesia, tetapi jika diperhatikan secara seksama ada yang tidak berubah yaitu sektor energi fosil terutama batubara, yang tetap sandaran ekonomi utama Indonesia, terutama untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Kita sangat bergantung pada sumber ini.

Sebagai negara kepualauan, sebenarnya cadangan batubara Indonesia tidaklah besar jika dibanding dengan negara-negara daratan seperti Amerika Serikat, Australia, Cina atau bahkan India.  Menurut perkiraan beberapa ahli, cadangan batu bara yang ada di Indonesia sekarang akan benar-benar habis pada 60 atau paling lama 80 tahun mendatang. Sementara itu cadangan batu bara, Amerika Serikat belum akan habis untuk jangka waktu 350 tahun lagi.

Dengan gambaran situasi tersebut, ilustrasinya bonanza energi yang bersumber dari batu bara dan sumber energi tak terbarukan lainnya hanya akan dapat dinikmati hingga generasi cucu Presiden Jokowi, Jan Ethes, atau cucu pengusaha batubara dan energi Sandiago Uno. Mereka adalah generasi terakhir yang akan menikmati batu bara. Selain itu jika tidak ada alternatif energi yang bisa kita produksi dalam waktu dekat ini, kita juga akan turut mewariskan berbagai kemungkinan bencana bagi generasi berikutnya.

Generasi mendatang akan mendapati suatu kondisi dimana berbagai pulau-pulau penghasil batu bara dan sumber energi tidak terbarukan lainnya yang gersang dan penuh lubang-lubang bekas tambang yang mengancam nyawa, menghancurkan kelestarian alam dan mebahayakan hajat-hidup masyarakat. Misalnya untuk Pulau Kalimatan dengan cadangan batu bara terbesar yang tersisa saat ini, hutan-rimba Kalimantan yang saat ini masih masuk sebagai paru-paru dunia nanti hanya akan tinggal cerita atau hanya bisa disaksikan dari rekaman film dokumenter.

Maka dengan berbagai keterbatasan dan ancaman atau dampak negagif dari sumber daya energi berbasis fosil, seyogya membawa kita pada suatu kesadaran baru untuk mengembangakan energi alternatif dan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan dan sumbernya terbarukan. Trend ini bukan hanya untuk Indonesia ternyata berbagai negara-negara dunia juga telah mendorong setiap elemen-elemen negara yang terlibat untuk mengembangkan energi ini.

Sebenarnya ada beragama kemungkinan energi baru terbarukan yang bisa dikembangkan dan Indonesia memiliki potensi yang luar biasa berkenaan dengan hal tersebut. Misalnya di sektor energi listrik, energi baru terbarukan menggunakan atau berbasis sumber energi matahari, angin, panas bumi dan gelombang laut.

Dalam bidang kelistrikan ke depan kita dibayang-bayangi sebuah tantangan tentang bagaimana mendistribusikan sumber energi listrik secara merata di seluruh Indonesia. Jika tetap mengandalkan dan bergantung pada sumber energi fosil maka kita akan sulit untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan layanan listrik bagi seluruh masyarakat, biaya yang mahal untuk produksi dan mendistribusikannya. Maka dari itu ketergantungan pada sumber energi fosil harus mulai dikurangi.

Pemerintah Indonesia telah mentargetkan bahwa elektrifikasi (pemenuhan aliran listrik) secara merata untuk seluruh wilayah Indonesia dengan prasarat harga murah dapat dibayar oleh mayoritas masyarakat Indonesia, secara nasional bisa mencapai 98,81% dan dapat diakses hingga pelosok negeri atau daerah terpencil sekalipun, karena ini adalah hak warga negara Indonesia yang harus ditunaikan.

Berkaca pada sejarah yang sejak masa Hindia Belanda, di wilayah Nusantara ini telah memanfaatkan berbagai sumber energi untuk menunjang pendapatan ekonomi. Maka hal-hal yang bernilai kebaikan dan positif tersebut oleh generasi muda Indonesia yang produktif dan inovatif sekarang ini dapat kita replikasi kembali. Jika kita berfikir secara moderat keberadaan Pemerintahan Hindia Belanda sebelum kita merdeka menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tentu juga meninggalkan pengalaman dan artefak budaya dan ekonomi yang bernilai positif untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara Pada masa silam batu bara dan tebu pernah menjadi komuditas utama.

Maka di era revolusi industri 4.0 ini, ada potensi, peluang sekaligus tantangan untuk menghasilkan dan menggunakan energi baru terbarukan misalnya saja untu sumber energi listrik selain menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air yang sudah umum dilakukan di Indonesia, karena ketersediaan sumber air yang cukup berlimpah. Maka sudah harus pula dimulai dan digencarkan untuk membangun sumber energi listrik dari tenaga matahari dan angin. Kedua jenis sumber daya tersebut juga tersedia sepanjang waktu di negara kita. Teknologi pendudukungnya juga sudah mumpuni ke arah sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun