Mohon tunggu...
pungkaspung
pungkaspung Mohon Tunggu... Buruh - Hanya buruh yang butuh nulis

Hanya peminum kopi tanpa disertai senja, karena dominasi kopi dan senja akan membuat saya tidak kerja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekhawatiran Papua atas Perantaunya

14 Juni 2019   18:32 Diperbarui: 14 Juni 2019   18:37 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebaran telah usai, saatnya kita menyaksikan arus balik. Namun ada yang mengganjal di Papua, warga asli Papua menyatakan protes terhadap para pendatang. Gelombang kedatangan perantau dari berbagai daerah di Indonesia ini biasanya terjadi saat arus balik. Berbagai masalah pun muncul, ketika pendatang berbondong-bondong datang ke tanah Papua tanpa skill. Berarti mereka akan kerja apapun, bila memang masih belum cukup bisa terjerumus ke pekerjaan haram.

Selain itu bila banyak pendatang di Papua, rasanya Orang Asli Papua (OAP) akan menjadi tamu di negeri sendiri. Karena tidak dipungkiri warga Papua perlahan-lahan akan tergeser karena hadirnya perantau dengan jumlah besar. Seakan mereka akan head to head dengan para pendatang yang bisa dikatakan masih belum fair.

Bagaimana bisa fair? Ketika pendidikan masih belum merata, kecukupan gizi masih berketimpangan. Pastilah warga papua yang lahir dan besar di tanah yang berbentuk burung ini akan kalah. Ditambah lagi dengan tradisi ekonomi mereka yang terkesan sama rasa sama rata, pasti tidak dapat bersaing dengan para pendatang yang memiliki sudut pandang ekonomi yang jauh berbeda.

Kekhawatiran itu perlahan muncul dari warga asli Papua dan muncul gagasan untuk merancang sistem kependudukan untuk wilayah otonomi khusus. Semoga sistem seperti ini tidak ada manipulasi. Karena jika ada manipulasi pasti sistem kependudukan yang bertujuan untuk mengerem datangnya para perantau ini akan gagal total.

Apalagi bila para elit yang bekerja juga ikut bermain di sana, pasti akan kacau. Bisa-bisa perantau yang datang ke Papua ini hanya orang-orang yang tidak beres. Karena untuk datang saja mereka sudah melakukan sogokan untuk para pejabat yang berwenang, pasti mindset yang ia miliki adalah pengerukan ekonomi. Tanpa peduli nilai-nilai sosial yang dimiliki oleh Papua sendiri.

Seperti halnya dana otonomi khusus yang sampai hari ini tidak berwujud secara signifikan. Ujung-ujungnya hanya ada segelintir orang yang menikmatinya, bahkan orang asli sendiri banyak yang tetap hidup menderita. Terdesak tanpa ada perlawanan, karena pemegang kekuasaan hanya melindungi sekelompok orang tanpa memikirkan kemaslahatan yang lebih luas bagi tanah Papua.

Pun juga bila pemerintah pusat tidak turun tangan dalam memberikan solusi ini, pasti juga pergesekan antara perantau dan OAP akan memanas. Bagaimana tidak? Bila warga asli yang merasa memiliki tanah sudah merasa terjajah, dan perantau sudah dikategorikan sebagai penjajah. Pasti ada pergerakan dari OAP dengan dalih mempertahankan tanah miliknya dari sentuhan penjajah.

Memang ini hal yang sangat pelik untuk dipikirkan. Solusi pun akan sangat susah untuk dicari, karena letak Papua yang sangat jauh dari Jakarta. Sekedar untuk riset-riset kecil pun biayanya akan sangat mahal. Tapi hal ini tak dapat menjadi alasan bagi pemerintah pusat bersikap acuh terhadap masalah ini. Atau lantas memberikan solusi kekerasan dengan menurunkan pihak militer untuk menduduki tanah ini bila terjadi kekerasan sebagai solusi termurah.

Mari carikan solusi dengan hati, tetap berikan keadilan untuk Papua dengan mengerem pendatang dan melakukan pemeriksaan KTP. Kembalikan pendatang yang tidak jelas mau bekerja apa. Sehingga lapangan pekerjaan untuk OAP akan tercukupi. Tidak sampai merubah tradisi atau bahkan mengubah kearifan lokal yang sudah tertanam di Papua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun