Mohon tunggu...
puji handoko
puji handoko Mohon Tunggu... Editor - laki-laki tulen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup untuk menulis, meski kadang-kadang berlaku sebaliknya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menatap Masa Depan Energi Baru Terbarukan dengan Optimis

13 Agustus 2020   14:10 Diperbarui: 13 Agustus 2020   15:20 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto Dok. Pertamina

Dunia terus berubah. Mereka yang adaptif dan bergerak lincah seiring perubahan itu akan bertahan. Sementara mereka yang terlena, kuno dan pasif akan dilibas zaman. Begitulah hukum alam bekerja sejak dulu. Yang terkuat akan mendominasi, sementara yang lemah akan punah.

Karena perubahan inilah, mestinya setiap manusia memiliki kepekaan batin adalam menangkap tantangan zaman. Perusahaan-perusahaan negara juga begitu. Masih ingat dengan Pos Indonesia? Kejayaannya telah tergantikan oleh teknologi. Meskipun perusahaan negara satu itu mencoba terus bertahan, namun kurang gesit dan akhirnya tertinggal. Perannya digantikan oleh perusahaan-perusahaan kurir swasta.

Pertamina sebenarnya menghadapi ancaman yang sama. Memang masih jauh. Tapi kalau melihat kecenderungan dunia global, ini hanya soal waktu. Penggunaan energi fossil based dan carbon based akan menghadapi tantangan baru.

Hal itulah yang dinyatakan oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin dalam sebuah diskusi virtual pada Rabu 12 Agustus 2020. Lebih jauh, sebagaimana dikutip oleh Kompas.com, ia mengatakan, saat ini dunia tengah menghadapi transformasi sistem energi, yang lebih ramah lingkungan atau Energi Baru Terbarukan (EBT).

Masyarakat dunia dilanda kecemasan menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global. Hal itu terjadi karena polusi yang sudah tak mampu ditolerir oleh alam. Karbon yang biasanya diserap tumbuh-tumbuhan tak mampu lagi dikendalikan. Akibatnya terjadilah efek rumah kaca yang membuat suhu bumi naik drastis.

Dalam jangka panjang, dampak dari perubahan itu akan sangat terasa bagi Pertamina yang selama ini bergerak di bidang energi fosil. Hal itu terjadi ketika pengguna kendaraan berbahan bakar fosil pindah ke listrik. Saat ini sudah mulai bermunculan, tapi belum menjamur.

Dalam momen tertentu, bukan tidak mungkin akan terjadi tren penggunaan kendaraan listrik dalam jumlah besar. Tren seperti ini pernah terjadi seperti penggunaan kendaraan transmisi matic yang membuat kendaraan transmisi konvensional, terutama roda dua, tersingkir.

Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada jalan keluar. Bagi Pertamina, saat ini yang penting dilakukan adalah mulai bertransformasi untuk lebih fokus pada pengembangan EBT. Hal itu pula yang telah dilakukan perusahaan minyak dan gas asal Inggris, British Petroleum (BP), yang sudah mulai melakukan transisi menuju pengembangan energi ramah lingkungan. Karena mereka melihat jauh ke depan.

Isu lingkungan ini sebenarnya bisa diredam jika Pertamina mempercepat pengembangan EBT yang baru saja sukses diujicobakannya. Pertamina diketahui telah berhasil membuat Bahan Bakar Nabati seratus persen. Ada yang bentuknya subtitusi, bahan bakar fosil dicampur dengan nabati, ini terlihat dari penggunaan Bio Solar B-20 dan B-30.

Ada pula yang murni nabati seperti D-100 (green diesel) yang dihasilkan dari minyak sawit seratus persen untuk menggantikan Solar. Ada juga G-100 (green gasoline) untuk menggantikan Bensin dan J-100 (green jetfuel) untuk menggantikan Avtur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun