Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hujan di Malam Hari

18 Juni 2020   21:50 Diperbarui: 18 Juni 2020   22:01 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini hujan deras, deras sekali disertai angin. Air yang turun dari langit seolah-olah tumpah ruah memenuhi selokan. Selokanpun tak mampu lagi menampungnya. Luber hingga ke jalan raya yang sehari-hari tempat lewat kendaraan lalu lalang. Kali ini dialiri air layaknya sungai dadakan.

Hujan di malam hari. Malam yang sesungguhnya waktu untuk beristirahat, kali ini sampai rumahpun belum. Orang-orang terjebak banjir. Air yang tertumpah tadi dan tak tertampung di selokan telah menghambat perjalanan pulang. Padahal anak dan istrinya di rumah menunggu dengan harap-harap cemas. Bagaimana keadaan kekasihnya? kenapa selarut ini belum kembali? 

Hujan dan petir yang bersahutan disertai angin yang menderu semakin menambah risaunya. Kerisauan karena menunggu kepulangan kekasih hati. Seharian pergi untuk mencari nafkah. Selarut malam ini belum kembali. Apakah masih menumpuk kerjaannya hingga tak bisa pulang seperti biasa? Adakah hujan ini menjadi penghalang perjalanannya?

Hujan di malam hari, menyebabkan aliran air yang sedemikian derasnya. Air yang tingginya hampir menyentuh setinggi roda kendaraan truk fuso si raja jalanan. Tak mungkin orang-orang menerabas tinggi dan derasnya aliran air di jalanan bebas ini. Aliran air itu seolah-olah mengambil alih fungsi keseharian jalan tersebut. 

Orang-orang hanya mampu menunggu. Menunggu dan menunggu dalam ketidakpastian. Akan sampai kapan banjir ini mengisi jalanan? Lelah dan lapar setelah seharian bekerja tak mampu segera diistirahatkan tubuhnya dan diisi perutnya. Menunggu dipinggir jalan disertai hujan yang masih deras turun dari langit sungguh semakin membuat hati tambah tak karuan. 

Memikirkan anak dan istri yang sedang menunggu dengan gelisah. Melihat semakin derasnya hujan yang turun dari langit. Memperhatikan semakin tingginya air yang mengalir di jalan sungguh semua itu dirasa semakin menambah dengan ketidakmampuan untuk meneruskan perjalanan pulangnya. 

Kapan hujan ini akan berhenti? Kapan banjir ini akan semakin surut? Kenapa sekarang semakin sering terjadi banjir. Tak adakah jalan yang layak bagi air tersebut untuk mengalir? Mengapa air mengambil jalanan yang seyogyanya adalah jalanan umum untuk berlalu lalang kendaraan?

Berbagai tanya berkecamuk dalam batin orang-orang yang menunggu surutnya banjir di jalan raya ini. Pertanyaan yang tak mudah jawabnya. Karena ini semua adalah anomali. Sesuatu yang tidak seperti yang seharusnya. Aliran air semestinya ada di selokan, sungai-sungai hingga ke lautan lepas. 

Namun kini selokan dan sungai tak lagi leluasa untuk air mengalir. Selokan itu telah penuh sampah. Air sungai tak terlihat lagi jernihnya. Sampah dan limbah telah menumpuk di sana. Seolah-olah di daratan sudah tak ada lagi tempat sampah hingga orang-orang dengan tak berperasaan membuangnya di selokan dan sungai. 

Rumah-rumah yang tak indah juga terlihat berderet di sepanjang selokan dan pinggir sungai. Rumah yang didirikan dengan bahan-bahan seadanya. Kardus bekas alat eletronik yang dibuang oleh orang kaya. Seng bekas bangunan tua yang telah bocor disana-sini bertumpuk di atap rumah bertindih-tindih. Dinding dari kayu dan triplek bekas proyek yang mangkrak. Semua itu telah jadi bangunan-bangunan yang tak layak di sebut rumah namun menjadi tempat tinggal sehari-hari. 

Selokan dan sungai yang telah dipenuhi oleh tiang-tiang yang pancang guna mendirikan bangunan itu semakin membuat air tak lancar mengalir. Tempat air mengalir telah diambil alih. Ditambah dengan tumpukan sampah, membuat aliran air semakin susah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun