Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gawat! Kemampuan Numerik Anak Indonesia Menurun Drastis!

29 Juni 2021   11:27 Diperbarui: 29 Juni 2021   11:57 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah jurnal dari International Journal of Educational Development menguak fakta menarik tentang kemampuan numerik anak Indonesia. Jurnal berjudul Schooling progress, learning reversal: Indonesia's learning profiles between 2000 and 2014 yang ditulis Amanda Beatty, dkk itu mengungkap adanya kesenjangan antara kemampuan siswa dan standard yang ditetapkan oleh kurikulum nasional. Dalam 14 tahun itu, deviasinya mencapai 1/4, atau bisa dikatakan juga, kemampuan matematika anak kelas 7 (1 SMP) di tahun 2014 setara dengan kemampuan anak kelas 4 SD.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Penelitian ini berusaha lebih memahami bagaimana pembelajaran berubah dalam menghadapi ini apakah anak-anak di sekolah tahu tentang kurikulum? Dan seberapa banyak yang dipelajari anak-anak di sekolah? Dua pertanyaan ini mencoba mengetahui kompetensi dasar berhitung anak-anak dalam konteks apa yang diharapkan oleh sistem pendidikan. Termasuk soal pengaruh perubahan kurikulum yang terjadi. Penelitian ini kemudian juga memisahkan faktor anak-anak yang berasal dari keluarga yang mampu, jenis kelamin, latar belakang pendidikan sang ibu, hingga per provinsi.

Menyedihkan sih, kalau lihat hasilnya. Semakin naik kelas, kemampuan matematika anak-anak semakin berkurang. 65% Anak kelas 3 SD bisa menjawab pertanyaan soal kelas 1 SD. Dan nggak ada satu pun anak kelas 5 SD bisa menjawab dengan benar pertanyaan sulit dari kelas 4 SD untuk soal 1/3-1/6. 

Penelitian sebelumnya oleh Afkar (2018) juga mengungkapkan bahwa tingkat belajar yang sama rendah di Indonesia. Hanya 57 persen anak yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan perkalian satu digit pada akhir kelas 3; 50 persen dapat mengurutkan angka empat digit dari besar ke kecil pada akhir kelas 2; dan 60 persen dapat mengenali angka dua digit pada akhir kelas 2.

Ya, semua hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menurun selama 14 tahun terakhir.

Ini adalah sebuah ironi mengingat nilai rata-rata yang tertera di lembar evaluasi mereka lebih tinggi dibandingkan 14 tahun lalu.

Sebagai contoh, hari ini saya mengambil rapor anak saya. Saya lihat nilai tertera kebanyakan di atas 90. Lalu ada satu nilai C, skornya 78. Dulu, ketika saya masih sekolah rasanya dapat nilai 78 itu sudah alhamdulillah banget. Dan orang-orang yang bisa dapat nilai 9 di rapor itu sudah dielu-elukan untuk mewakili sekolah ikut lomba/olimpiade matematika. Membandingkan diri saya sama anak (Saya kelas 3 SD tahun 1996/1997 dengan dia tahun 2020/2021) memang jauh sekali kemampuan numeriknya.

Ini juga jadi temuan penelitian tersebut. Ada kemungkinan bahwa pembelajaran untuk di sekolah anak-anak menurun karena ada sebuah stress/tekanan dari sistem yang malah menurunkan kualitas pembelajaran. Sertifikasi guru yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran tidak banyak membantu karena kebijakan untuk menaikkan kompetensi guru tersebut tidak tepat sasaran dalam hal menaikkan kualitas pembelajaran fundamental seperti kemampuan numerik.

Asli, tiba-tiba teman kuliah di Matematika mengirim di grup saat saya bersama istri suka bingung dengan buku pelajaran sekolah anak. Bingung karena merasa pembelajaran matematikanya nggak ajeg. Matematika adalah pelajaran yang berurut. Jika tidak paham satu materi dasar itu akan berefek panjang. Maka sangat penting untuk menguasai konsep-konsep numerik dasar itu. Jika tidak ya sudah mentok di sana saja.

Jadi paham, kenapa banyak orang tua keukeuh ingin menyekolahkan anaknya di sekolah bagus meski sangat mahal, karena memang kalau di sekolah umum atau yang biasa-biasa saja, tidak mungkin anak akan diperhatikan mengerti konsep atau tidak. Pelajaran ya berlalu begitu saja dengan cepat, bercampur, dan yang ketinggalan ya ketinggalan.

Penelitian ini tentang tahun 2014, dan aku sih yakin gapnya bakal lebih melebar di tahun 2021, apalagi ditambah efek pandemi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun