Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tere Liye, Royalti, dan Pajak Penulis

6 September 2017   14:25 Diperbarui: 9 September 2017   00:56 23977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rindu. Tere Liye. Sumber: Hartonomall.com

Bagaimana caranya biar bisa mengalihkan proporsi lebih banyak ke penulis? Jawabannya, intervensi pemerintah.

  1. Penerbit yang tergabung dalam IKAPI dapat meneken kontrak dengan PT Pos Indonesia untuk mendistribusikan buku ke toko buku dengan biaya yang lebih rendah. Hal ini seperti perlakuan kepada pengiriman buku ke komunitas-komunitas baca yang berjalan saat ini.
  2. Selama ini, toko buku berada di Mall. Sewanya tentu saja mahal. Pemerintah melakukan manajemen aset gedung untuk menjadi toko buku seperti di Balai Bahasa di tiap daerah atau bahkan di pos itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan pajak yang dipermasalahkan Tere Liye?

Persoalan pajak memang menjadi polemik bukan cuma buat penulis, tetapi juga buat penerbit. Ada PPN, ada PPh royalti, ada PPh penerbit. Siapa yang masih ingat janji kampanye Presiden sekarang untuk menghapuskan pajak buku (dalam hal ini PPN). PPN untuk buku-buku pelajaran memang sudah dihapus sejak dulu. Namun, PPN selain buku pelajaran masih ada dan nilainya 10%. PPN ini sejatinya tidak ditanggung penerbit, melainkan ditanggung oleh pembeli. Maka, mau tak mau, tuntutan penghapusan PPN buku ini harus terus digalakkan.

(Lebih lengkap menghitung pajak buku, klik di sini).

Pajak Royalti termasuk PPh pasal 23, besarannya 15% untuk yang memiliki NPWP dan 30% jika tidak memiliki NPWP. Pajak royalti ini tidak final. Artinya apa, ketika kita hendak melaporkan SPT Tahunan dan menyetahunkan semua penghasilan kita, maka dapat dilakukan perhitungan ulang atas pajak kita.

Misal, tadi cetakan pertama berjumlah 3000 eksemplar, Harga buku 100.000 (tanpa PPN). Maka royalti bagi penulis adalah Rp30.000.000. Pajak royaltinya 15% dari 30 juta sebesar Rp4,5 juta dipotong dan disetor oleh penerbit.

Nah, pemerintah memberi keringanan dengan adanya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta setahun. Maksudnya, jika penghasilanmu di bawah 54 juta setahun, kamu ndak perlu bayar pajak.

Fakta di lapangan mengatakan, 90% penulis kesulitan bisa menjual konstan 300 buku/bulan. Hanya ada 10% buku mengalami cetak ulang, atau bisa habis 3000 eksemplar dalam setahun. Jika menulis adalah satu-satunya penghasilan, yang harus Anda lakukan adalah melapor ke pajak dan meminta kembali pajak Anda yang sudah disetor tadi. Hal itu bisa dilakukan lho.

Selain keringanan itu, bahkan bila penghasilan royaltinya masih di bawah sekian milyar, dasar pengenaan pajaknya juga bisa jadi hanya 50%-nya saja dengan mekanisme tertentu

Lalu bagaimana dengan Tere Liye?
Anda harus tahu, dan mungkin sudah tahu, bahwa Tere Liye adalah penulis yang bukunya selalu masuk dalam 10 buku terlaris di Indonesia. Bisa dibilang, bahwa secara penghasilan, Tere Liye masuk 3 besar penulis fiksi dengan penghasilan terbesar dari buku. Belum lagi dari seminar-workshop yang ia isi. Berapa nominalnya? Bermilyar-milyar!

Jadi, Tere Liye bukan rakyat kecil. Tere Liye adalah orang kaya, dan asas perpajakan kita bilang semakin kaya Anda, maka Anda harus membayar pajak semakin besar. Dari situlah terjadi distribusi keadilan, distribusi kekayaan dari kaya ke miskin. Uang pajak itulah yang digunakan untuk subsidi nonenergi, belanja bantuan sosial, infrastruktur, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun