Mohon tunggu...
Aprinalistria
Aprinalistria Mohon Tunggu... Dosen dan Praktisi Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Bogor dan di Yayasan Maryam Fatiha Karima yg berkecimpung dalam dunia pendidikan islam.

Tertarik pada manajemen pendidikan, pendidikan anak usia dini, psikologi pendidikan, lingkungan, dan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Isu Ekosistem dan Budaya

18 Mei 2025   19:28 Diperbarui: 18 Mei 2025   19:28 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam momen istimewa ini, saya merasa bangga dapat berbagi pengalaman serta pandangan mengenai upaya pelestarian alam, khususnya dalam konteks menjaga keberlanjutan lingkungan hidup kita. Melalui kegiatan Shortcourse Certified of Environmental Management Leadership (C.EML) Batch 4 yang mengangkat tema "Peran Konservator Alam untuk Masa Depan yang Berkelanjutan", yang diselenggarakan pada Sabtu, 10 Mei 2025, saya ingin menekankan betapa pentingnya kontribusi kita sebagai penjaga alam dalam menghadapi tantangan serius yang mengancam planet ini.

Salah satu sosok yang memberikan banyak inspirasi dalam bidang konservasi lingkungan adalah Brian Martin, seorang pejuang lingkungan yang telah mendedikasikan dirinya melalui Yayasan Ulin.

Brian Martin, melalui Yayasan Ulin, dikenal mengkritisi bagaimana sains dan teknologi sering kali dimanfaatkan bukan demi kepentingan masyarakat luas, melainkan demi kepentingan industri atau kekuasaan. Ia menyuarakan pentingnya "sains partisipatif", di mana masyarakat memiliki suara dalam menentukan bagaimana pengetahuan dan teknologi digunakan.

Dari perspektif Brian Martin, fenomena seperti porang bisa dianalisis sebagai berikut:

  • Modal industri mengubah persepsi: Sesuatu yang sebelumnya dianggap tak berguna atau bahkan berbahaya bisa jadi "bernilai" jika ada kepentingan industri.
  • Siapa yang mendapat manfaat? Apakah petani lokal mendapat keuntungan maksimal dari porang, ataukah justru korporasi besar yang menguasai teknologi dan pasarnya?
  • Peran pengetahuan lokal vs pengetahuan ilmiah: Petani lokal sudah lama mengenal porang, tapi baru dianggap "bernilai" setelah masuk ke radar industri dan akademisi.

Refleksi Kritis

Brian Martin akan mendorong kita untuk berpikir:

  • Apakah industrialisasi porang benar-benar memberdayakan masyarakat lokal?
  • Siapa yang menentukan nilai suatu tanaman---masyarakat, pasar, atau ilmuwan?
  • Bagaimana kita bisa memastikan bahwa sains dan industri tidak merampas, melainkan memberdayakan masyarakat akar rumput?

Pemanfaatan Modal Industri: Studi Kasus Porang dan Pendekatan Yayasan Ulin oleh Brian Martin

Porang, tanaman umbi yang dulunya dianggap tidak berguna bahkan beracun, kini berhasil dikembangkan menjadi komoditas industri yang bernilai tinggi. Perubahan ini terjadi berkat pendekatan yang tepat dalam memanfaatkan potensi lokal menjadi produk ekspor dan bahan baku industri pangan serta kosmetik. Menurut Brian Martin dari Yayasan Ulin, potensi industri seperti ini muncul dari pemahaman mendalam terhadap kearifan lokal dan proses ilmiah yang bisa mengubah persepsi masyarakat terhadap sumber daya alam.
Contoh porang menunjukkan bahwa sesuatu yang dianggap tak berguna dapat menjadi aset ekonomi, selama ada upaya pemberdayaan, riset, dan akses pasar. Yayasan Ulin mendukung transformasi seperti ini sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi hijau berbasis komunitas.

Bisnis Berkelanjutan dan Diversifikasi Kredit Ekologis

Dalam konteks bisnis berkelanjutan, pemanfaatan jasa lingkungan menjadi strategi utama. Jasa-jasa ini mencakup wisata alam, pemanfaatan air dan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, panas bumi, serta pengelolaan karbon. Salah satu contohnya adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), di mana misalnya jika ada kegiatan penanaman kembali di lahan seluas 10 hektare, maka bisa dilakukan offset dengan menanam di lahan lain sebagai bentuk kompensasi ekologis.

Menurut Brian Martin dari Yayasan Ulin, pendekatan seperti ini mendukung konsep diversifikasi ekonomi berbasis ekosistem. Melalui skema seperti carbon credit dan jasa lingkungan lainnya, komunitas lokal dapat memperoleh manfaat ekonomi sekaligus menjaga fungsi ekologis wilayah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun