"Wah, enak ya kerjamu sekarang," kata temanku saat aku pindah kerja ke perusahaan baru dan ditempatkan di Bali.
"Memangnya kenapa?"
"Gaji besar, fasilitas dari kantor lumayan wah. Kerjanya cukup santai. Dan satu lagi, banyak liburnya. Pokoknya budaya perusahaanmu TOP deh, " jawab temanku sambil nyengir.
Ah ya. Bekerja di Bali memang identik dengan idiom "Banyak Libur" karena faktor budaya setempat yang hari libur keagamaannya lebih banyak daripada daerah lain. Tapi, bukan banyaknya liburan saat bekerja di Bali yang hendak aku bahas, melainkan istilah "Budaya Perusahaan".
Kebanyakan kita mendefinisikan "budaya perusahaan" terkait dengan cuti atau liburan yang bisa didapatkan karyawan, gaji yang diterima, deskripsi suasana kantor yang santai, fasilitas yang diberikan perusahaan, event-event gathering yang diselenggarakan perusahaan. Intinya, segala sesuatu yang diberikan perusahaan yang dapat membuat karyawan merasa nyaman bekerja.
Tapi menurutku, itu semua tidak ada hubungannya dengan caraku mendefinisikan budaya perusahaan. Bagiku, budaya perusahaan bermuara pada satu hal:
Budaya perusahaan berkaitan dengan apa yang dilakukan setiap orang di dalam perusahaan tersebut, bukan pada fasilitas apa yang diberikan perusahaan pada karyawannya.
Budaya perusahaan adalah adalah cara manajer atau pimpinan menangani perselisihan yang terjadi di antara karyawan.
Budaya perusahaan adalah cara tim berkomunikasi, bahasa yang mereka gunakan, cara mereka berbagi ide dan umpan balik untuk mencapai target yang diberikan.
Budaya perusahaan adalah apakah ada karyawan yang berbicara buruk tentang atasan atau karyawan lain di belakang punggung mereka atau tidak.