Tak ada angin tak ada hujan, nama mantan presiden Megawati Soekarnoputri diusulkan jadi pahlawan nasional. Alasannya, Megawati dianggap pernah melawan penindasan.
Usulan itu dilontarkan Dewan Pimpinan Pusat Jam'iyah Batak Muslim Indonesia atau JBMI. Menurut Albiner Sitompul, Ketua Umum DPP JBMI, Megawati pantas menyandang gelar Pahlawan Nasional karena berani melawan rezim Soeharto saat partai PDI yang dipimpinnya dipecah belah hingga kemudian Megawati mendirikan PDI-Perjuangan. Sementara PDI yang satunya dipimpin Suryadi yang dianggap sebagai boneka Soeharto.
Selain Megawati, tokoh Batak Muslim Tuan Syekh Ibrahim Sitompul juga dianggap layak menjadi Pahlawan Nasional.
"Sedangkan Tuan Syekh Ibrahim Sitompul juga berani dan gigih berjuang melawan Belanda. Dia melawan kolonial karena dilarang ikut serta dalam pemilihan kepala nagari," kata Ketua Umum DPP JBMI Albiner Sitompul dalam pernyataan kepada media massa, Selasa (20/10/2020).
Albiner Sitompul berharap pemerintah menerima usulan tersebut dalam rangka menyambut Hari Pahlawan 10 November 2020.
Pertanyaannya, layakkah Megawati Soekarnoputri ditahbiskan sebagai Pahlawan Nasional?
Kalau tolok ukur pahlawan nasional itu hanya melawan penindasan, tanpa spesifik siapa yang menindas dan dilawan, sepertinya kita akan punya banyak pahlawan nasional yang baru. Tak hanya Megawati, siapapun Warga Negara Indonesia yang melawan penindasan juga bisa dianggap sebagai pahlawan nasional.
Ambil contoh Marsinah. Sosok yang dianggap pahlawan dan simbol perjuangan buruh ini juga melawan penindasan melawan kesewenang-wenangan majikan dan kapitalisme. Demikian pula Widji Thukul, yang melawan rezim Soeharto melalui rangkaian kata-kata dalam puisinya.
Jika ukurannya melawan penindasan rezim Soeharto secara fisik, ada 4 mahasiswa Trisakti yang tewas diterjang peluru aparat saat demonstrasi menuntut reformasi. Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendrawan Sie, keempatnya layak dianggap pahlawan nasional.
Karena berskala nasional, Gelar Pahlawan Nasional  hanya bisa ditetapkan oleh presiden. Sejak dilakukan pemberian gelar ini pada tahun 1959, nomenklaturnya berubah-ubah.Â