Jujur saja, berapa kali kita sebagai orangtua menyerahkan pertanyaan dan pengetahuan anak-anak pada Google? Pasti sering kan? Apalagi saat libur panjang selama masa pandemi.
Terlalu Banyak Googling Membuat Anak Kehilangan Daya Pikir Kritis
Karena kesibukan kita, anak-anak kita biarkan mencari tahu jawaban soal-soal sekolah mereka lewat mesin pencari. Hasilnya memang bagus, karena praktis Google menyediakan semua jawaban soal-soal sekolah (dan bahkan soal apa saja). Tapi, di balik kepraktisan metode pengajaran ala Google tersebut, ada bahaya yang mengintai anak-anak kita.
Tak hanya sekadar konten-konten negatif saja, di dunia tempat Google dianggap sebagai Dewa Maha Tahu, anak-anak seolah kehilangan daya pikir kritis mereka.Â
Setiap pertanyaan dan persoalan yang mereka dapatkan, ujung pelariannya selalu ke layar ponsel dan mesin pencari tempat hampir semua jawaban sudah tersedia: Google.
Ini sangat tidak baik bagi perkembangan daya pikir anak-anak. Apalagi, pemerintah berencana untuk membuka kembali proses belajar mengajar mulai 13 Juli 2020 mendatang dengan skema new normal.
Sebagai orangtua, tentunya kita tidak ingin anak-anak terlalu menggantungkan diri pada mesin pencari. Kita juga tidak ingin daya nalar dan daya pikir kritis anak-anak kita tergerus karena mereka terlalu sering mencari jawaban setiap persoalan di internet.
Bagaimana caranya agar anak-anak tetap dapat berpikir kritis dan menjadi pemikir mandiri?
10 Cara Melatih Anak Berpikir Kritis
Berikut 10 cara melatih anak berpikir kritis, tanpa harus terlalu bergantung pada mesin pencari di internet.
1. Dorong Pertanyaan Pada Anak
Jangan langsung menjawab setiap pertanyaan yang diajukan anak-anak. Sebaliknya, tanyakan kepada anak kita apa yang dia pikirkan atau apa jawaban yang terbaik menurutnya.
Banyak orangtua cenderung langsung menjawab pertanyaan anak, tanpa mau mengajak anak-anak berpikir dahulu. Pola pembelajaran seperti ini yang sering membuat anak-anak juga ikut langsung mencari jawaban di Google.