Cuma Kegaduhan. Itu yang terasa dan bisa dilihat dari pemberitaan media di 100 Hari Kabinet Jokowi-Ma''ruf.
Susunan kabinet yang diharapkan bisa membawa perubahan fundamental bagi bangsa ini ternyata tidak mampu berbuat banyak di 100 hari kerja mereka. Gebrakan yang dilakukan para menteri dan pembantu Jokowi belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Ambil contoh kebijakan Mendikbud Mas Nadiem Makarim. Dalam pidatonya saat memperingati Hari Guru Nasional 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menekankan dua hal pokok, yaitu kemerdekaan dalam belajar dan reformasi pendidikan yang dimulai dari pergerakan para guru.
Masyarakat dan praktisi pendidikan langsung gaduh. Mereka bingung dengan apa yang dimaksud kemerdekaan dalam belajar dan guru penggerak. Kebingungan mereka semakin bertambah saat Mas Nadiem mengeluarkan 4 kebijakan perdana sebagai penjabaran dari dua hal pokok yang beliau maksudkan, yakni mengganti UN dan USBN dengan asesmen kompetensi, menyederhanakan format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan perubahan kuota PPDB zonasi.
Keempat kebijakan perdana ini dinilai hanya menyentuh permukaan saja. Tidak ada dampak signifikan yang bisa dihasilkan Mas Nadiem dalam merubah wajah pendidikan Indonesia. Tidak ada cetak biru yang bisa dijadikan pondasi untuk masa depan pendidikan Indonesia.
Terlepas dari memberi kesempatan pada Mas Nadiem, mengingat latar belakang beliau yang bukan pendidik murni dan minim pengalaman dalam tata kelola dunia pendidikan, kebijakan perdana ini masih terkesan abstrak. Hanya berupa potongan-potongan yang belum bisa dirangkai menjadi satu solusi untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia.
Kegaduhan lain yang terlihat juga berasal dari kebijakan Jokowi mengangkat pejabat-pejabat publik, terutama posisi komisaris di beberapa BUMN. Alih-alih memilih profesional independen, aroma balas budi sangat kentara.
Begitu pula dengan produk hukum yang dihasilkan, selalu menimbulkan kegaduhan. Naiknya iuran BPJS Kesehatan, diiringi dengan naiknya tunjangan dan gaji direksinya. Penyederhanaan regulasi dengan membuat Omnibus Law diiringi kekhawatiran beberapa perundangan yang sudah membuat nyaman masyarakat menjadi hilang.
Di luar itu, sikap dan pernyataan para pejabat juga sering membuat gaduh. Menkumham Yasonna Laoly belum bisa membedakan posisinya sebagai pembantu presiden atau pejabat pemerintah dengan posisinya di partai yang sedang menuai masalah.
Menkopolhukam Mahfud MD kerap memberi pernyataan yang kontroversial. Sebagai Menkopolhukam, Mahfud MD diharapkan bisa menyejukkan keriuhan politik paska kontestasi pilpres yang membuat masyarakat terpolarisasi.
Sayang, Mahfud MD belum bisa memantaskan diri sebagai Menkopolhukam. Berbagai pernyataan kontroversial yang dilontarkannya tak hanya membuat gaduh, namun juga bisa memicu perpecahan.