Anggur terbaik perlu berminggu-minggu untuk difermentasi. Mutiara berkilau perlu waktu berbulan-bulan untuk mengendap di cangkang kerang. Batu Berlian butuh waktu bertahun-tahun untuk ditempa oleh alam. Kualitas itu membutuhkan waktu, Dik.
Kalau kamu yakin bisa melakukan pekerjaan terbaik saat menjelang deadline, dibawah tekanan atau di akhir waktu, sekarang coba dibalik. Kerjakan tugasmu itu jauh-jauh hari, bertahap, eksplorasi bagian demi bagian, fokus tanpa ada tekanan apapun. Kemudian lihat hasil akhirnya. Aku yakin jauh lebih baik daripada yang biasa kamu kerjakan di bawah tekanan.
Menulis esai akademik juga demikian. Kamu membutuhkan waktu untuk mengeksplorasi kebenaran dalam topik yang kamu pilih sehingga bisa kamu pahami secara mendalam.
Jika kamu mengerjakannya di menit-menit akhir, esainya memang sudah selesai kamu tuliskan, tapi isinya belum kamu pahami dengan benar. Ibaratnya, kamu bergegas lari untuk bisa sampai ke puncak gunung, tapi kamu mengabaikan pemandangan indah yang ada di sepanjang jalur pendakian. Akhirnya, cuma lelah saja yang kamu dapatkan.
Sebagian besar esai akademik gagal (dalam kualitasnya) karena banyak siswa (mungkin termasuk kamu pula) yang ingin mengerjakannya secepat mungkin. Aku bisa memahami karena memang tidak semua orang suka menulis. Â Jadi ketika harus melakukannya, mereka ingin mengambil jalan pintas.
Cara termudah (bukan dengan menyewa penulis lain loh) adalah dengan Googling tema-tema yang aman. Begitu ketemu, mereka bergegas mengerjakannya. Â Terburu waktu hingga akhirnya mereka sekedar puas sudah menyelesaikan tugas tanpa memahami apa yang sudah mereka tuliskan.
Esai akademik tidak bisa dikerjakan dengan cara begitu. Seperti yang aku ibaratkan dengan cara mendaki gunung tadi, yang namanya eksplorasi itu berarti kamu harus menentukan arah dan tujuan, lewat jalur pendakian yang mana dan mengetahui situasinya. Dengan begitu, kamu bisa mempelajari apa saja nanti yang ada di sepanjang perjalanan.
Sikap Mental yang kedua adalah:
Kamu harus berani menanggung risiko!
Seperti saat kamu mendaki gunung, selalu ada risiko dalam perjalanan. Risiko kamu mengambil jalur pendakian yang salah, risiko tersesat, atau risiko kehabisan bekal.
Begitu pula dengan menulis esai akademik, ada risiko yang harus kamu tanggung dan harus berani dihadapi. Aku setuju dengan pendapatmu yang mengatakan esai akademik itu menakutkan.