Mohon tunggu...
Priyono .
Priyono . Mohon Tunggu... karyawan swasta -

life is sharing the simple things

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Tradisi) Minta Maaf Jelang Ramadlan

18 Juli 2012   03:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:51 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awas, menjelang Ramadlan seperti ini atau nanti menjelang hari raya 'Idul Fitri siap-siap saja hape Anda kebanjiran SMS Minta Maaf. Hal tersebut sepertinya sudah mendarah-daging dalam budaya orang-orang Islam di Indonesia, khususnya.

Lho, apa salahnya meminta maaf?

Tentu saja tidak salah. Dan hal itu malah diwajibkan oleh Islam.

Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi
(HR. Bukhari no.2449)

Nah, yang saya anggap tidak benar di sini adalah bila meminta maaf tersebut dikhususkan (atau menunggu) menjelang Ramadlan atau menjelang hari raya. Meminta maaf seharusnya adalah dilakukan secepatnya saat kita menyadari kesalahan yang kita lakukan. Karena itu tidak ada anjuran untuk meminta maaf menjelang Ramadlan, pun hari raya.

Umumnya, tradisi yang tengah berkembang di dalam masyarakat Muslim ini didasarkan pada hadits di bawah ini,

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” Jawab Rasullullah.

Do’a Malaikat Jibril itu adalah, “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadlan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun menurut muslim.or.id, hadits tersebut adalah hadits palsu dan tidak jelas asal-muasalnya. Dan -masih menurut sumber yang sama- ada hadits yang memiliki kemiripan redaksi dengan hadits di atas, dan inilah yang lebih shahih:

Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: "Amin, Amin, Amin". Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: "Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadlan tanpa mendapatkan ampunan", maka kukatakan, "Amin", kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk surga (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)", maka aku berkata: "Amin". Kemudian Jibril berkata lagi, "Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu", maka kukatakan, "Amin”.

Karena itulah, meski postingan ini di-publish menjelang Ramdlan, tidak ada niatan dari saya untuk mengkhususkan meminta maaf pada hari ini. Ibarat pepatah, tak ada tembok perumahan yang tak retak, sebagai manusia pastilah terselip tulisan dan komentar saya yang menyinggung rekan Kompasianer yang lain.

Jadi, maafkanlah...

***
nb: kalau tidak mau maafin, maka T.E.R.L.A.L.U.

Mengenai derajat hadits bisa dilihat di SUMBER

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun