Mohon tunggu...
Pipit Agustin
Pipit Agustin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seniman Tepung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

HIV/AIDS: Cerminan Masyarakat Sekuler Liberal

10 Desember 2022   15:43 Diperbarui: 10 Desember 2022   15:48 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome atau HIV/AIDS adalah problem kesehatan global yang telah merenggut banyak korban. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap, penyakit ini telah membunuh sedikitnya 40,1 juta jiwa.

Melansir Sindonews (28/11/2022), Angka orang dengan HIV tiap tahunnya terus meningkat. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan. Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak. Sayangnya, dari angka tersebut hanya 28% yang menerima pengobatan ARV. Indonesia menduduki posisi 3 terbawah di Asia Pasifik untuk cakupan pengobatan ARV bersama dengan Pakistan dan Afghanistan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) baru-baru ini mengadakan press briefing Hari AIDS Sedunia 2022 melalui kanal YouTube-nya, Kamis (01-12-2022). Dalam siaran itu disebutkan bahwa masih banyak anak usia 0-14 tahun yang terjangkit HIV/AIDS. Kemenkes memaparkan ada 12.553 anak usia di bawah 14 tahun yang tertular HIV/AIDS. Menurutnya, penularan ini berasal dari sang ibu yang lebih dahulu tertular HIV/AIDS.

HIV/AIDS adalah penyakit berbahaya dan dapat menular. Penyakit ini terdeteksi pertama kali pada lima pria homoseksual di Los Angeles, Amerika Serikat, tahun 1981. Di Indonesia sendiri, penularan HIV AIDS pertama terjadi di Denpasar, Bali. Selama ini, Bali dikenal sebagai surganya pergaulan bebas. Dari masa ke masa, penyakit ini menunjukkan tren peningkatan.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe, Aceh, mencatat sebanyak 88 warga di daerah itu positif HIV/AIDS yang penularannya didominasi karena perilaku seks bebas. Naik 8 kasus dari tahun sebelumnya. Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Yang mencengangkan, dari temuan Dinkes itu disebutkan, kasus kenaikan didominasi penyimpangan perilaku pasangan sejenis. Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan, frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga Indonesia secara secara nasional bahkan di negara lain.

Upaya penanggulangan penyebaran HIV/AIDS selama ini patut dikritisi. Upaya seperti kondomisasi, misalnya, jelas akan memberikan rasa aman, tetapi semu. Apakah ketika melakukan hubungan seksual dengan memakai kondom kepada bukan pasangan sah dapat dibenarkan? Persoalannya bukan pada 'alat pengaman (kondomnya)', melainkan pada pelaku dan perilaku hubungan seksual itu sendiri. Batasan rambunya harus clear, jangan hanya 'suka sama suka' lantas dibiarkan. Ini sama artinya melegalkan perzinaan.

Belum lagi soal kondomnya, yang ditengarai para ahli tidak mampu mencegah transmisi HIV. Alasannya, Pori-pori kondom berukuran 70 mikron, sedangkan ukuran virus HIV 0,1 mikron. Artinya, pori-pori kondom 700 kali lebih besar.

Upaya lainnya seperti pembagian jarum suntik seril, juga tidak menyelesaikan masalah. Praktisi kesehatan, dr. Faizatul Rosyidah menyebutkan bahwa subtitusi metadon dan pembagian jarum steril oleh rumah sakit, puskesmas dan klinik-klinik juga  tidak tepat. "Melalui pelayanan tersebut, pengguna narkoba akan memperoleh jarum suntik dan murah", jelasnya sebagaimana dikutip dari muslimahnews[dot]net (10/12/2022). Beliau juga menyampaikan bahwa penggantian heroin dengan zat lain (metadon) pada hakekatnya tetap membahayakan, yakni menyebabkan gangguan mental. Pemberian jarum suntik, menurutnya, tidak bisa diterima karena peredaran narkoba memiliki jaringan mafia, sulit disentuh hukum. Selain itu, pengguna jarum suntik steril juga tetap beresiko melakukan pergaulan bebas akibat hilang kontrol.

Lantas Bagaimana?

Infeksi baru HIV yang terus meningkat disebabkan oleh meningkatnya perilaku menyimpang pasangan sejenis, dan seks bebas. Keduanya telah menjadi budaya di masyarakat, dimaklumi, dan ditolelir atas nama HAM.  Akibatnya,  perempuan dan anak terimbas juga. Mereka tertular dari para pelaku. 

Begitupula berbagai program penanggulangan yang ada, gagal mewujudkan upaya  preventif, yakni mencegah penularan. Kegagalan ini disebabkan karena solusi yang diberikan tidak menyentuh akar persoalan. Ditambah lagi normalisasi perilaku menyimpang justru terus nyaring disuarakan. Negara bahkan sampai kekurangan biaya untuk menyediakan pengobatan bagi penderita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun