Mohon tunggu...
ed pratolo
ed pratolo Mohon Tunggu... -

contrarian and independent thinker

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism

12 Oktober 2010   09:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:29 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika tidak ada peminat kapitalisme murni di dunia, lalu bagaimana para ekonom fundamentalis pasar bebas mewujudkan utopia mereka?



"I am writing a book about shock. About how countries are shocked – by wars, terror attacks, coups d’etat, and natural disasters. And then how they are shocked again – by corporations and politicians … to push through economic shock therapy. And then how people who dare to resist this shock politics are shocked for third time by police, soldiers, and prison interrogators. I want to talk to you because you are being one of the few living survivors of the CIA’s experiments in electroshock and other special interrogation techniques. I have reason to believe that the research that was done to you in the 1950s at McGill University is now being applied to prisoners in Guantanamo and Abu Ghraib.”

Hening sesaat, dan kemudian, terdengar jawaban,”You have just spelled out exactly what the CIA and Ewen Cameron did to me. They tried to erase and remake me. But it didn’t work.’

Kutipan dialog di atas adalah sepenggal paragraf bab pertama buku karya Naomi Klein, berjudul “The Shock Doctrine”. Sebuah buku yang menelusuri metode dan fakta sejarah dari apa yang disebut oleh Naomi Klein sebagai Disaster Capitalism. Kapitalisme malapetaka adalah istilah Naomi Klein untuk laissez-faire capitalism, ekonomi pasar bebas, atau neoliberalisme. Apa yang membuat buku ini sangat penting dan istimewa adalah Naomi Klein berhasil membuktikan keterkaitan yang tak terbantahkan antara laissez-faire economics dengan krisis-krisis politik, ekonomi, dan terror yang terjadi dalam periode empat dekade terakhir.

Laissez Faire Fundamentalist

Laissez Faire market adalah ideologi yang pada mulanya diperkenalkan oleh Adam Smith dalam karyanya ‘Wealth of Nations’. Laissez Faire artinya let-it-be atau biarkan-saja-terjadi, yakni sebuah konsep ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar bebas. Para penganut laissez faire percaya bahwa bilamana perekonomian dibiarkan bebas secara alamiah dan individu warga negara diberi kesempatan seluasnya untuk berusaha mencari profit, maka terciptalah ‘invisible hand’ yang akan menjaga harmoni pasar. Tangan yang tak terlihat ini adalah kelenturan alamiah dari kekuatan pasar untuk mengatur sendiri kesetimbangannya. Dalam ilmu finance, asumsi laissez faire amat mirip dengan asumsi Efficient Market Hypothesis, yakni bahwa pasar adalah ideal.

Lawan utama dari ekonomi Laissez Faire bukanlah ekonomi Marxis, melainkan ekonomi yang membiarkan campur tangan pemerintah dalam mengatur pasar. Ekonomi Marxis adalah ekonomi terpimpin (central planning) yang tidak mengenal system pasar, dimana jumlah supply, demand, dan harga barang atau jasa ditetapkan sepenuhnya oleh pemerintah, tanpa ada peran dari swasta. Sebaliknya, ekonom laissez faire sangat geram dengan ekonomi Keynesian yang mencampuradukkan peran pemerintah dan peran swasta dalam sistem ekonomi pasar. Free-market economist punya sebutan ‘pink economist’ (ekonom banci) untuk meledek ekonom Keynesian. Kebencian ekonom laissez faire terhadap Keynesian memuncak semenjak kemenangan konsep ekonomi Keynes dalam mengatasi Great Depression di masa Franklin Delano Roosevelt. John Maynard Keynes menulis karya ‘The End of Laissez Faire’, sebuah esai kritik untuk Laissez Faire economist.

Penerus mazhab laissez faire yang amat berpengaruh dalam empat dekade terakhir adalah Milton Friedman, seorang professor ekonomi dari Chicago School of Economics. Mentor Milton Friedman adalah Friedrich von Hayek, profesor ekonomi alumnus Austrian School of Economics. Chicago Schooldan Austrian School of Economics memiliki kesamaan pandangan dalam mempercayai kedigdayaan laissez faire market. Di bawah Milton Friedman, Chicago School berhasil mendidik banyak ekonom fundamentalis laissez faire, yang kemudian menjadi tokoh-tokoh kunci dalam banyak negara dan lembaga keuangan di dunia di beberapa dekade terakhir. The Shock Doctrine Naomi Klein mengungkap siapa sesungguhnya sosok paling berpengaruh di dunia selama paruh abad kedua puluh, yang pengaruhnya melebihi presiden United States mana pun di masa itu. Dia adalah Milton Friedman.

Sebagaimana kaum fundamentalis di bidang lain, para ekonom fundamentalis tersebut (yang disebut Naomi Klein dengan Chicago Boys) menginginkan pasar yang ideal, bersih dari campur tangan pemerintah dalam bentuk kebijakan apapun. Free-market fundamentalis menganggap konsep ekonomi Keynesian di USA, sosial-demokrat di Eropa, dan developmentalisme di Negara Berkembang sebagai  penodaan terhadap konsep pasar yang murni. Swastanisasi dalam produksi dan distribusi consumer products, sosialisme dalam pendidikan (sekolah negeri), kepemilikan negara dalam faktor-faktor produksi yang menguasai hajat hidup rakyat, dan semua konsep ‘pink economist’ lain adalah bid’ah yang harus dibersihkan. Maka lahirlah ‘counterrevolution’, sebuah gerakan tanpa bentuk oleh Chicago Boys untuk melakukan purifikasi terhadap kapitalisme.

Persoalan besar menghadang gerakan counterrevolution Chicago Boys: tak ada satu pun pemerintah di dunia yang menerapkan kapitalisme murni. Di negara-negara demokratis di mana pemerintah dipilih oleh rakyat, pada hakikatnya rakyat menyukai kebijakan ekonomi yang populis, yang berpihak pada rakyat, yang berpihak pada pekerja. Oleh karena itu, pemerintah yang terpilih melalui pemilihan umum yang adil tentu akan mengambil kebijakan mix-and-match economy: jaminan sosial, jaminan kesehatan, subsidi sekolah-sekolah negeri, penetapan harga untuk bahan kebutuhan pokok, pajak progresif (lebih besar untuk warga kaya, dan lebih kecil untuk warga miskin), penetapan upah minimum pekerja, dan kebijakan-kebijakan lain yang merupakan campur tangan pemerintah dalam ekonomi. Bahkan di negara-negara Marxis sekalipun, rakyat menghendaki kebebasan dalam berusaha dan memiliki faktor-faktor produksi, sehingga negara komunis pada hakikatnya tidak dapat dijalankan tanpa adanya represi dari partai komunis yang berkuasa. Sementara itu, ada beberapa negara yang didirikan berdasarkan sosialisme (dengan demikian memiliki DNA sosialis), yakni negara-negara Argentina, Brazil, Bolivia, Chile, Colombia, Uruguay, Venezuela, Peru, Ecuador, serta Indonesia. Pendiri negara Amerika Latin adalah Simon Bolivar dan founding fathers kita (Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka) adalah para sosialis-demokrat (direfleksikan dalam Pasal 33 UUD ’45).

Jika tidak ada peminat kapitalisme murni di dunia, lalu bagaimana para ekonom fundamentalis pasar bebas ini mewujudkan utopia mereka?



Jawab: Lewat serangkaian shock therapy

Naomi Klein dalam the Shock Doctrine melihat kesamaan metode yang digunakan oleh ekonom fundamentalis pasar bebas dengan metode yang digunakan oleh Ewen Cameron, seorang doktor psikiatris dari McGill University Canada, dalam melakukan interogasi terhadap para tawanan CIA di tahun 1950-an. Pada masa itu Ewen Cameron melakukan project CIA untuk menemukan metode yang efektif dalam mengiterogasi tahanan (disebut Kubark Project). Hasil riset Ewen Cameron, kemudian dibakukan menjadi sebuah standard operating procedure, digunakan oleh CIA hingga saat ini. Agar tahanan bersedia bekerja sama dan mau menuruti apa yang diinginkan oleh interogator, ia harus secara sistematis diberi shock therapy. Tahanan diberi suntikan yang memberikan halusinasi, dikurung dalam sel yang amat sempit dan gelap, ditakuti tikus, kalajengking, laba-laba, atau anjing (tergantung pada phobia tahanan), diwawancarai di bawah lampu menyilaukan diiringi musik yang hingar-bingar, ditelanjangi, dibenamkan kepalanya dalam air, disetrum (electroshock) di beberapa alat vital, dan cara-cara lain yang membuat tahanan menjadi stress, shock, dan depresi. Melalui serangkaian shock therapy ini, tahanan yang semula resisten dan menentang, pelan-pelan akan mengikuti apa kemauan interogator. Ewen Cameron meyakini bahwa dengan melakukan serangkaian shock therapy ini, maka ia dapat membentuk tahanan menjadi ’kanvas bersih’ yang dapat dipergunakan untuk apapun tujuan CIA. Gail Kastner dalam awal cerita di atas, adalah salah satu korban project Kubark yang masih hidup, dengan sejumlah cacat mental dan cacat motorik yang tidak dapat pulih.

Enemy of Freedom and Democracy

Shock therapy adalah cara The Chicago Boys untuk mewujudkan tata ekonomi dunia baru yang ideal menurut mereka. Dimulai dari tanggal 11 September 1973 di Santiago, Chile. Jenderal Augusto Pinochet melakukan kudeta militer untuk menggulingkan presiden terpilih Salvador Allende. Di hari itu tank-tank dan pesawat-pesawat tempur Augusto Pinochet meluncurkan 24 roket ke istana kepresidenan yang berisikan Salvador Allende dan 36 staf. Setelah hari kudeta berdarah itu, sekumpulan ekonom yang dipimpin oleh Sergio de Castro (ekonom Chile lulusan Chicago School) mengajukan cetak biru perekonomian Chile yang baru kepada Augusto Pinochet. Cetak biru ekonomi itu berisi tiga pilar ekonomi pasar bebas Milton Friedman yang tertera dalam bukunya “Capitalism and Freedom” (kitab suci fundamentalis pasar bebas): privatisasi, deregulasi, dan pengurangan belanja negara di sektor publik.

Kemenangan pertama Chicago Boys di Chile menjadi model untuk melakukan counterrevolution berikutnya sepanjang tahun 1970-an di Argentina, Brazil, dan Uruguay. Metode counterrevolution Chicago Boys tidak hanya melalui kudeta dan rezim militer. Di Inggris (masa Margaret Thatcher), Bolivia (1985), dan Polandia (masa Lech Walesa), Chicago Boys memanfaatkan keadaan emergency negara untuk memasukkan tiga pilar ekonomi mereka ke dalam pemerintahan yang genting. Inggris di masa itu menghadapi perang Malvinas (Falklands War), Bolivia dan Polandia mengalami resesi ekonomi hebat akibat hiperinflasi.

Berkebalikan dengan freedom dan demokrasi yang ditulis dalam manifesto free-market fundamentalist, ekonomi laissez-faire tidak mungkin dibangun bersama pemerintahan demokratis. Ekonomi kapitalis murni ini hanya dapat ditegakkan melalui serangkaian ’state of shocks’: kudeta militer, peperangan atas nama teror, hiperinflasi, represi pemerintahan otoriter, dan jika perlu invasi militer.

Naomi Klein dalam The Shock Doctrine juga memaparkan jejak sepak terjang Chicago Boys dalam setiap ’state of crisis’ di berbagai belahan dunia selama dekade terakhir. Betapa sistematis cara mereka dan betapa mengerikan dampaknya:

+ Runtuhnya Uni Sovyet dan masuknya kapitalisme di Russia

+ Tragedi berdarah di Tiananmen dan masuknya kapitalisme di China

+ Krisis finansial Asia 1997-1998

+ Invasi Iraq (Iraq seperti halnya Gail Kastner, alih-alih dapat direkonstruksi sebagai model kapitalis murni di Timur Tengah, kini menjadi cacat dan tidak terpulihkan akibat overshocked)

Bahkan dalam suatu tragedi bencana alam, free-market fundamentalist selalu mencari celah untuk dapat memenangkan perang suci mereka dalam menegakkan pilar trinitas pasar bebas Milton Friedman:

+ Privatisasi sekolah-sekolah publik di New Orleans, pasca bencana badai Katrina.

+ Privatisasi tanah-tanah nelayan di Sri Lanka untuk hotel dan sektor pariwisata, pasca bencana Tsunami.

Satu fakta sejarah penting Indonesia yang diungkap oleh Naomi Klein dalam Shock Doctrine, adalah kaitan erat antara gerakan counterrevolution free-market fundamentalis Chicago Boys dengan Soeharto,CIA, dan Mafia Berkeley di tahun 1965-1966.

Dikemas dalam narasi yang apik dan didukung dengan riset yang sempurna, buku Naomi Klein The Shock Doctrine ini sayang dilewatkan oleh pembaca karya-karya non-fiksi. Bagi jurnalis, buku ini wajib dibaca sebagai teladan karya jurnalistik investigatif papan atas. Bagi ekonom, buku ini penting dibaca sebagai cerminan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada kemanusiaan.

Buku ini diterbitkan di tahun 2007 serentak dalam 20 bahasa, sayang belum diterjemahkan di Indonesia. The Shock Doctrine Naomi Klein mendapatkan berbagai penghargaan buku dan jurnalistik, diantaranya dari Metro sebagai Book of The Year, “If you only read one non-fiction book this year, make it this one“.

Originally published at :

http://pratolo.com/2009/10/06/shock-doctrine-the-rise-of-disaster-capitalism/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun