Mohon tunggu...
yudhi
yudhi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendidikan itu mengobarkan api dan bukan mengisi bejana. (Socrates)

Suka tertawa sendiri, tetapi tidak gila. Hu hu hu ha ha ha ....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendapat Saya Mengenai Peradilan di Indonesia

10 Mei 2017   06:21 Diperbarui: 10 Mei 2017   08:11 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus 'Kematian Mirna Akibat Sianida' menjadikan Jessica divonis bersalah dengan hukuman seumur hidup. Namun yang saya amati, tidak ada bukti yang cukup kuat untuk membuktikan atau mengarahkan Jessica sebagai 'pelaku ataupun perencana' dari kematian Mirna. Saya tidak ingin menilai dan mengkritik mengenai buruknya proses peradilan di Indonesia, tetapi saya HANYA memperhatikan bagaimana nasib dan masa depan dari seorang Jessica (dalam hal ini sebagai pihak yang divonis bersalah) yang hak hidupnya dan masa depannya direnggut karena putusan peradilan yang tidak benar/tepat.

Bagaimana seandainya Jessica tidak bersalah dalam kasus 'Kematian Mirna Akibat Sianida' ? Di kota tempat saya tinggal (di Makassar), telah terjadi kasus serupa (sekitar tahun 2016) di mana seorang pemuda yang minum kopi di sebuah cafe juga mendadak mati setelah meminum kopi tersebut. Ada yang mengatakan bahwa penyebab kematiannya ialah karena ia telah menderita riwayat penyakit (entah penyakit darah tinggi atau jantung) dan sebelum ia minum kopi, ia telah makan obat bernama "Ponstan" (obat tahan sakit) lalu kemudian minum kopi sehingga campuran dari zat-zat di dalam obat "Ponstan" dan kopi mengakibatkan komplikasi yang kemudian memicu kematiannya.

Bisa jadi di dalam kasus Mirna penyebab serupa juga mengakibatkan kematian Mirna. Bisa jadi Mirna memang memiliki riwayat penyakit yang belum pernah terdiagnosa sebelumnya. Bisa saja Jessica memang tidak berniat "membunuh" Mirna dan kematian Mirna diakibatkan karena faktor-faktor yang lain.

Bisa jadi kopi yang diminum oleh Mirna belum mengandung sianida pada saat dia minum, namun baru dimasukkan sianida oleh oknum tertentu setelah kasus kematian Mirna terjadi.

Bagaimana bisa keputusan pengadilan dijatuhkan hanya dengan didasari oleh kecurigaan hakim terhadap Jessica tanpa bisa menunjukkan fakta/bukti yang tidak terbantahkan (atau bukti yang pasti) bahwa Jessicalah yang memang membunuh Mirna dengan menaruh sianida ke kopinya? Jika memang Jessica yang membunuh Mirna, maka keputusan peradilan saat ini sudah tepat, namun jika Jessica tidak membunuh Mirna, bukankah keputusan peradilan saat ini merenggut hak hidup dan masa depan seseorang ?

Jika saya menjadi seorang hakim, saya tidak akan meng-vonis terdakwa tanpa didasari oleh bukti-bukti yang dapat MEMBUKTIKAN SECARA PASTI bahwa memang terdakwalah yang berbuat jahat berdasarkan bukti-bukti yang tidak terbantahkan.

Jika memang hakim dapat memutus perkara hanya berdasarkan insting dan kecurigaannya, maka saya pun dapat menjadi seorang hakim. Jika saya hanya curiga kepada seorang terdakwa, maka saya dapat meng-vonis hukuman kepadanya tanpa memberikan bukti-bukti yang tidak terbantahkan mengapa ia dapat di-vonis bersalah dalam kasusnya.

Saya di sini bukan untuk menilai dan mengkritik baik buruknya proses peradilan di Indonesia, namun hanya menuntut perhatian bagi hak hidup dan masa depan seorang terdakwa. Jika memang terdakwa bersalah dan di-vonis bersalah, maka tepatlah keputusan itu ; namun jika terdakwa tidak bersalah (innocent) dan di-vonis bersalah, maka bagaimana hak hidup dan masa depan dari seorang terdakwa akibat keputusan peradilan yang tidak tepat itu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun