Mohon tunggu...
Prastiwo Anggoro
Prastiwo Anggoro Mohon Tunggu... Insinyur - ingenieur

Seorang pemerhati lingkungan, budaya dan sumber daya manusia. Aktif di perkumpulan kepemudaan, Keinsinyuran, Lingkungan dan Pendidikan. Memberikan kontribusi melalui infiltrasi ke generasi muda dan berusaha menulis satu topik setiap minggu sekali.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dejavu! Pola Firehose of Falsehood Hasil Pilpres 2014 di Pilpres 2019

19 April 2019   13:16 Diperbarui: 20 April 2019   06:15 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sujud Syukur 2014 dan 2019

Firehose of false hood

Pada saat masa kampanye selama 7 bulan, kita sering mendengar istilah firehose of false hood, yaitu sebuah metode propaganda yang sering di pakai oleh salah satu Negara adidaya di benua biru eropa. Sebuah propaganda yang melawan sebuah kebenaran akan object yang sama. Dissenting opinion yang berubah menjadi Main opinion.

Ciri paling khas dari Propaganda ini adalah di sebarkan oleh para pemimpin atau leader, berulang-ulang dan tidak adanya intropeksi akan kebenaran yang ada alias urat malu nya sudah putus.

Mari kita liat pola Fire hose of falsehood dalam menyikapi hasil Pilpres 2019 yang merupakan ulangan dari Pilpres 2014 sebagai berikut ini :

I. Tidak mengakui major perception dan menolak membuka data internal.

Tidak seperti 2014, saat itu ada dispute lembaga survei namun di 2019 semua lembaga survey quick count sepakat dengan hasil yang memenangkan PASLON 01 (untuk pilpres 2019).

Jam 15:09 , hasil quick count
Jam 15:09 , hasil quick count
Hitung cepat atau jajak cepat (bahasa Inggris: quick count) adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. 

Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada atau survei exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden. Selain itu, hitung cepat bisa menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat .

Quick count dalam sejarah Pemilu Indonesia di terapkan pertama kali di 2004 saat pemilihan presiden RI secara one man one vote system perdana. Pada saat itu Pemilu Presiden putaran I tanggal 5 Juli 2004, hasil quick count LP3ES-NDI kembali mendekati hasil penghitungan suara yang dilangsungkan di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu 2004. 

Berdasarkan data resmi Pemilu 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla unggul dengan 33,83%. Sedangkan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi berada di tempat kedua dengan 26,06%. Hasil quick count LP3ES-NDI berhasil menipiskan selisih suara menjadi hanya 0,5%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun