Mohon tunggu...
Abdurrahman Imam Prasetyo
Abdurrahman Imam Prasetyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@Anakstan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Vokasi vs Sarjana!

16 Mei 2015   05:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:58 2289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan tinggi terdiri dari program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan disiplin ilmu tertentu. Sedangkan pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus, misalnya: dokter umum, dokter spesialis, akuntan, notaris, psikolog, apoteker, dan lain-lainnya. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Sudah menjadi semacam rahasia umum di antara kita bahwa ada semacam “kasta” dalam jenjang pendidikan tinggi. Yakni, kita tahu bahwa S1 dipandang lebih tinggi dari D3, bahkan mungkin D4 sekalipun. Sebagai contoh dalam dunia kerja, CPNS yang bergelar ahli madya ditempatkan pada golongan II/C, sedangkan yang bergelar sarjana pada golongan III/A. Di berbagai lowongan kerja, lebih banyak yang mencari lulusan S1 dibandingkan D3 dan D4. Jadi bukankah wajar jika banyak calon mahasiswa yang mendamba-dambakan gelar sarjana muda daripada diploma? Di Indonesia, program sekolah vokasi sama sekali baru. Memang jika di analogikan program sekolah vokasi mirip dengan sekolah kejuruan, dimana orientasi dunia kerja bagi lulusannya. Sementara program sarjana dipersiapkan untuk kebutuhan analitis. Hal ini persis dengan kurikulum pendidikan yang di terapkan negara-negara imperialis seperti Inggris (Havard, Oxford, dsb) di mana ada pemisahan substansi ilmu pengetahuan yang memisahkan teori dan praksis. Di masa depan akan ada lulusan yang khusus di praksis (dari sekolah vokasi) dan khusus di teoritis (dari fakulti), namun secara esensi tetap mereka buruh yang akan diperbudak system kapitalisme. Fakta yang terjadi, program pendidikan tinggi baik vokasi maupun sarjana tidak mampu menjamin masa depan anak bangsa. Tengok saja angka pengangguran sepanjang tahun 2009-2010 pemerintahan SBY-Boediono hanya mampu menurunkan 1,5 persen memasuki tahun 2011 pengangguran terbuka sekarang ada pada angka 9,24 juta. Tetap saja, sektor pendidikan sudah mulai mantap dengan penyusaian-penyusaian sesuai kebutuhan sistem kapitalisme, kebutuhan pasar seperti; kurikulum vokasi. Maka akan sangat ironis manakala pendidikan terdistorsi dari hakikatnya yang mulia yaitu memanusiakan manusia, sebagai alat pembebasan-bebas dari segala bentuk kebodohan, bebas dari kemiskinan singkatnya bebas dari penghisapan manusia atas manusia. Itulah yang paling prinsip dari nilai pendidikan. Pada akhirnya memang pilihan jenis studi ada di masyarakat; bila ingin konsisten pada jalur keilmuan maka jenjang sarjana, magister, hingga doktoral bisa menjadi jalur yang sesuai. Sementara bagi yang ingin terjun pada keahlian terapan, jalurnya ada di program vokasional, baik dari jenjang Diploma 1, 2, 3, 4, hingga magister dan doktor terapan. Demikian juga jika ingin mendalami profesi tertentu, tinggal ambil jalur profesi yang sesuai. [Dari berbagai sumber. Tulisan September 2012]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun