Jamak kita dengar atau baca tentang idom-idiom seperti ini. Misalnya, kambing hitam, mulut besar, dan lain-lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), idiom dijelaskan sebagai berikut.
idiā¢om n Ling 1 konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya, misalnya kambing hitam dalam kalimat dl peristiwa itu hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa; 2 ark bahasa dan dialek yg khas menandai suatu bangsa, suku, kelompok, dll.
Idiom kambing hitam dipakai untuk menyebut orang yang dipersalahkan, padahal belum tentu bersalah. Sedangkan idiom mulut besar digunakan untuk menyebut orang yang doyan berkoar sehingga terdengar sombong.
Dalam beberapa diskusi yang saya ikuti, saya menangkap idiom lain yang tidak asing bagi pengguna bahasa Indonesia. Yakni, tetek bengek.
Di KBBI, ada dua penjelasan tentang kata tetek. Pertama, makna sebenarnya, yakni tetek
yang berarti payudara. Kedua, tetek yang bermakna (masalah) yang kecil-kecil dan yang
remeh-remeh (kurang penting, kurang berguna, dsb).
Dalam perkembangannya, muncul idiom tetek bengek. Artinya, segala hal (masalah),
termasuk hal yang remeh.
Contoh dalam kalimat:
1. Dia mengurusi tetek bengek tentang komputer di kelas sebelah.
2. Sebagai suami, Eko juga mengurusi tetek bengek di dapur.
Namun, ada kalanya orang tidak memahami idiom dan penggunaannya. Hal ini pernah saya alami ketika berada di sebuah forum. Kala itu saya menyebut idiom tetek bengek. Saat jeda forum, saya disapa seorang peserta diskusi. āApa nggak bisa dipakai kata lain selain tetek bengek? Sebab, bisa saja orang mengartikannya beda, yakni payudara asma,ā ujarnya.
Terlepas dia bercanda atau serius, agaknya idiom tetek bengek memang belum bisa diterima sepenuhnya oleh pengguna bahasa Indonesia. Ini terjadi karena banyak yang mengartikan idiom dengan makna sebenarnya.
Jika dianggap tabu lalu tidak dipakai, saya khawatir nasib tetek bengek bakal sama dengan sangkil dan mangkus (efektif dan efisien, Red).
(Tulisan ini diambil dari musaf-ku: Pojok Bahasa)