Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu...

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Firasat Kepergian Brigjen Sutoyo

28 September 2013   10:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:16 1923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: biografiteladan.blogspot.com

Sumber: biografiteladan.blogspot.com

Sebelum G 30 S meletus, Brigjen TNI Sutoyo Siswomihardjo menjabat sebagai inspektur kehakiman/oditur jenderal AD. Sebagaimana disebutkan dalam memoar Jenderal (purn) Suhario Padmodiwiryo alias Hario Kecik, sejak 1954 Sutoyo sudah aktif dalam kegiatan antikorupsi di lingkungan TNI AD.

Perwira kelahiran Kebumen pada 28 Agustus 1922 itu sudah sering ditunjuk oleh pimpinan AD untuk membereskan, mengatasi, dan membenahi manajemen TNI AD. Tugas Sutoyo ini terkait dengan pemberantasan korupsi. Rekannya yang sering ditunjuk untuk membantu tugas tersebut adalah S. Parman (juga menjadi korban dalam G 30 S 1965).

Hari-hari sebelum insiden berdarah subuh 1 Oktober 1965, Brigjen Sutoyo yang pernah menjadi atase militer di Inggris pada 1956-1959 termasuk dalam petinggi militer yang aktif dalam Operasi Budhi. Operasi ini sangat terkenal pada masa itu karena termasuk gerakan ”pembersihan” terhadap pejabat tinggi negara yang berasal dari kalangan militer.

Isu Dewan Jenderal berimbas pada karir Sutoyo. Ada suatu bocoran dari ajudan Brigjen Sutoyo, yakni Letda Sutarno. Sebagaimana dikatakan Nani Sutoyo, anak kedua Brigjen Sutoyo, Sutarno menyebutkan bahwa sesungguhnya sang jenderal tak lama lagi hendak diangkat sebagai jaksa agung. Surat pengangkatannya sudah ada dan tinggal menunggu pengesahan formal. Namun, nama Sutoyo yang disebut-sebut masuk dalam lingkaran isu Dewan Jenderal membuat dirinya terpental. Sebuah isu yang sebenarnya absurd (Menpangad Letjen A. Yani pernah menampik adanya Dewan Jenderal, yang ada menurut dia hanya Wanjakti atau Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi).

Pada medio 1964, Hario Kecik pernah berbincang dengan Presiden Soekarno perihal perwira jujur dan bersih yang akan ikut membantu membenahi manajemen di lingkungan TNI AD. Hario menyebutkan dua nama yang amat ia percayai. Yakni, S. Parman dan Sutoyo Siswomihardjo.

Sutoyo mengawali karirnya di militer pada 1945 sebagai anggota Polisi Militer dengan pangkat letnan dua. Pada 1948-1949 ia menjadi kepala staf Corps Polisi Militer (CPM) dengan pangkat kapten. Karirnya berlanjut sebagai kepala staf Markas Besar Polisi Militer di Jakarta pada 1952-1954. Ia hobi melukis. Sutoyo juga pernah menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Sutoyo diculik oleh pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa. Saat itu ia mengenakan pakaian tidur (piyama) bermotif batik. Pada 4 Oktober 1965, jenazahnya ditemukan di sebuah sumur di kawasan Lubang Buaya.

Sehari sebelumnya, 30 September 1965, Brigjen Sutoyo seolah meninggalkan firasat jika dirinya akan pergi selamanya. Hal ini diketahui oleh Letda Sutarno, sang ajudan. Di ruang kerjanya, Sutoyo terlihat gelisah. Ia mondar-mandir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun